Gubernur Jawa Tengah, Ganjar Pranowo memberi kesaksian dalam sidang lanjutan terdakwa kasus korupsi pengadaan e-KTP Setya Novanto di pengadilan Tipikor, Jakarta, Kamis (8/2). Sidang tersebut beragenda mendengarkan keterangan saksi-saksi dari Jaksa Penuntut Umum (JPU) KPK. AKTUAL/Tino Oktaviano

Jakarta, Aktual.com — Nama petahana Gubernur Jawa Tengah, Ganjar Pranowo belakangan ini santer disebut dalam persidangan korupsi KTP-e. Dia diduga terlibat dalam skandal mega korupsi proyek pengadaan KTP-e. Entahlah sudah berapa kali Ganjar harus bolak-balik ke Jakarta untuk memenuhi panggilan KPK atas dugaan keterlibatan Ganjar dalam kasus e-KTP tersebut.

Terlebih, belakangan ini di Provinsi Jawa Tengah tercatat sejak tahun 2000 sampai 2018, kurang lebih ada 21 orang pejabat publik tersandung dengan kasus korupsi. Ini tentunya menjadi image buruk bagi propinsi Jawa Tengah yang merupakan jantung dan pusat kebudayaan Jawa.

Keterlibatannya di korupsi KTP-e tentu sangat berpengaruh pada elektabilitas Ganjar yang diketahui juga ikut maju kembali dalam Pemilihan Gubernur Jawa Tengah 2018. Berdasarkan survei Indonesia Development Monitoring (IDM), dimana sebanyak 54.9 persen responden mengatakan Ganjar Pranowo terlibat dalam kasus e-KTP. Sedangkan 41.8 persen responden mengatakan Ganjar Pranowo tidak terlibat. Sedangkan sisanya 3.3 persen responden tidak menjawab.

“Hasil ini terjawab setelah responden diberi pertanyaan ‘Menurut anda, apakah anda yakin kalau Ganjar Pranowo benar-benar terlibat dalam kasus e-KTP?” kata Direktur Eksekutif IDM), Fahmi Hafel melalui siaran persnya, Rabu (13/6).

“Karena alasan responden, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) tidak akan memanggil Ganjar Pranowo berkali-kali jika dia tidak terlibat dalam kasus korupsi e-KTP,” kata dia menambahkan.

Sementara ketika responden ditanya soal ‘Kepala Daerah seperti apa yang anda inginkan dan anda terima terkait dengan maraknya kepala daerah yang tertangkap oleh KPK?’ Fahmi pun menjelaskan bahwa 89.2 persen masyarakat Jawa Tengah yang diwakili oleh responden menjawab menginginkan kepala daerah yang tidak terlibat dalam kasus korupsi.

“Bahwa secara umum masyarakat Jawa Tengah mengetahui korupsi sebagai sebuah kejahatan yang luar biasa, sama halnya dengan terorisme. Oleh karena itu secara mayoritas masyarakat Jawa Tengah menginginkan adanya pemerintahan yang bersih (bebas korupsi), karena dengan korupsi baik langsung maupun tidak langsung berimbas kepada masyarakat,” ujar dia.

IDM juga, kata dia, melakukan survei dengan memberi pertanyaan secara spontan kepada responden, soal siapakah yang akan mereka pilih jika Pilgub digelar hari ini.

“Jawaban secara top of mind dari 2002 sebanyak 47.3 persen memilih pasangan Sudirman Said–Ida Fauziah, sedangkan sebanyak 40.9 persen memilih pasangan Ganjar Pranowo -Taj Yasin dan sebanyak 11.8 persen tidak menjawab,” kata dia.

Fahmi melanjutkan bahwa dengan pertanyaan yang sama mengunakan kertas kuisioner dan alat bantu simulasi kartu suara, dalam survei ditemukan bahwa 54.6 persen memilih pasangan Sudirman Said-Ida Fauziah. Sedangkan Ganjar Pranowo-Taj Yasin dipilih sebanyak 42.8 persen dan sebanyak 2.6 persen belum menentukan pilihan.

“Tingginya elektabilitas pasangan Sudirman Said-Ida Fauziah ada beberapa faktor, dimana 78.2 persen responden yang berlatarbelakang Kaum Nadliyin yang paling memerangi korupsi lebih banyak memilih Ida Fauziah sebagai wakil NU yang berpasangan dengan Sudirman Said yang juga tidak punya pontensi tersangkut kasus korupsi dibandingkan dengan Taj Yasin yang berpasangan dengan Ganjar Pranowo yang berpotensi tersandung kasus korupsi e-KTP,” kata dia.

Sebagai informasi, survei ini dilakukan pada 28 Mei-4 Juni 2018, dengan jumlah responden sebanyak 2002 warga Jawa Tengah yang tersebar secara proporsional di 35 Kota/Kabupaten sesuai sebaran Daftar Pemilih Tetap (DPT) pada Pilkada 2018 yang berjumlah 27.068.125 pemilih.

“Metode penelitian survei menggunakan metodologi kuantitatif dengan wawancara langsung dan pengisian kuisioner. Penarikan sampel
dengan metode multistage random sampling berdasarkan total populasi masyarakat yang memiliki Hak Pilih pada saat Pilgub 2018 dengan tingkat kepercayaan 98 persen dan Margin of Error kurang lebih 2,6 persen,” kata Fahmi.

Artikel ini ditulis oleh:

Antara