Jakarta, Aktual.com – Lirboyo adalah nama sebuah desa terpencil yang terletak di kecamatan Mojoroto kota Kediri jawa Timur , dahulu desa ini merupakan sarang penyamun dan perampok. Di masa-masa awal berdirinya pondok pesantren Lirboyo, selain terkenal kurang bermoral, desa Lirboyo juga merupakan salah satu sarang besar bermukimnya orang-orang berpaham Komunis.

Maka tidak heran bila dalam perjalanannya, kia-kiai Lirboyo dan para santri seringkali mengalami gangguan-gangguan dari masyarakat sekitarnya. Dengan alasan itu pula kiai soleh Banjarmelati, mertua dari mbah Abdul Karim, memerintahkan putranya, kiai Ya’qub untuk menemani sang kakak ipar berdakwah di desa Lirboyo.

Sudah masyhur pada masanya, bahwa PKI terkenal dengan kebrutalannya kepada para kiai dan orang-orang yang tidak sepaham dengannya. Tidak terkecuali di desa Lirboyo, gangguan dan cacian terhadap para kiai, santri dan masyarakat sudah tidak terhitung lagi jumlahnya.

Dilansir dari bukunya ‘Kesan Mendalam Para Tokoh Alumni Terhadap Tiga Tokoh Lirboyo’, KH. Solahuddin Rifa’i –Penasehat Himasal Jombang- menuturkan bahwa dulu sewaktu masih menjadi santri, pernah saat menghafalkan pelajaran di perkebunan pondok, beliau didatangi orang desa lalu diolok-olok dan dicaci maki habis-habisan.

Beliau juga menuturkan bahwa pernah suatu ketika mendengar suara tembakan dari ndalem Kiai Marzuqi. Ternyata, menurut salah satu santri yang menyaksikan langsung, tembakan-tembakan itu dilakukan oleh tak dikenal (menurut penjelasan kiai Thahir, penembak adalah anggota KKO, semacam prajurit PKI) kepada Kiai Marzuqi yang sedang mengaji. Namun untungnya, tidak ada satu pun peluru yang menembus beliau.

Al–Maghfurlah KH. Thahir Marzuqi juga menuturkan dalam buku ‘Pesantren Lirboyo: Sejarah, Fenomena, Peristiwa dan Legenda’, suatu kali oknum PKI pernah menjarah sawah milik keuarga dan keturunan (sanak) Lirboyo, namun pada akhirnya dikembalikan lagi setelah ada perlawanan dari para santri untuk mengambil alih kembali sawah-sawah tersebut.

KH. Abdullah Kafabihi Mahrus –dalam buku yang sama- menuturkan, bahwa pada tahun 1965, PKI pernah menggali lubang-lubang sumur yang akan digunakan sebagai tempat pembuangan mayat. Sebab mereka berencana akan membunuh kiai-kiai yang ada di Lirboyo. Tapi, alhamdulillah, rencana mereka bisa digagalkan sehingga tidak ada kiai dan santri yang terbunuh dalam peristiwa tersebut.

Pergerakan PKI yang bertebaran di desa Lirboyo memang meresahkan warga. Kebrutalan dan kekejaman mereka sudah sampai pada titik merugikan bahkan mengancam nyawa orang lain. Namun yang menarik, sedemikian parah gangguan dan teror yang PKI sekitar lancarkan, tidak lantas membuat para kiai dan santri Lirboyo bergerak untuk menumpas mereka.

Ketika para pemuda Ansor memasuki Lirboyo dengan tujuan menumpas para PKI yang sering berulah itu, mbah Mahrus malah melarangnya. Beliau justru memasrahkan urusan penumpasan PKI di Lirboyo kepada para tentara saja. Padahal di tempat-tempat lain, pemuda Ansor selalu berada di garda terdepan untuk melawan tindakan-tindakan komunis. Tidak hanya itu, bahkan menurut al-Maghfurlah KH. Thahir Marzuqi, santri-santri yang ketahuan bentrok dengan penganut paham komunis, setelah sampai pondok mereka malah dihukum oleh mbah Marzuqi.

Mengapa demikian? Dalam buku, ‘Pesantren Lirboyo: Sejarah, Fenomena, Peristiwa dan Legenda’ KH. Abdullah Kafabihi Mahrus menuturkan, “Memang benar jika pondok Lirboyo itu di kelilingi komplek PKI, tapi orang-orangnya sudah diamanatkan tidak boleh dibunuh meski pada waktu itu banyak dari mereka yang mengganggu para santri. Akan tetapi, PKI diamankan (tidak di apa-apa kan, pen.) oleh para kiai, sebab para kiai di Lirboyo masih mengharapkan keislaman dari putera-puterinya. Disamping itu, hal ini juga sangat berguna dalam menjalin keharmonisan hubungan pondok pesantren dengan masyarakat Lirboyo,” demikian ungkap beliau.

(Ahmad Himawan)

Artikel ini ditulis oleh:

A. Hilmi