Jakarta, Aktual.co — PT Pertamina (Persero) selama periode Januari-Februari 2015 mencatatkan kerugian bersih sebesar USD212,3 Juta atau sekitar Rp2,7 triliun. Penyebab utama hal ini dikarenakan meruginya bisnis hilir yang mencapai USD368 juta. Kerugian tidak bisa dihindari meskipun dalam Rencana Kerja Anggaran Perusahaan (RKAP) periode Januari-Februari 2015 laba ditargetkan sebesar USD280 juta. Sedangkan RKAP laba bersih dalam selama tahun 2015 diproyeksikan sebesar USD1,731 miliar.
Pengamat Energi, Boyamin Saiman menduga telah terjadi penyelewengan atau ketidakbecusan Dirut Pertamina Dwi Soetjipto sehingga menyebabkan Pertamina merugi dengan jumlah yang signifikan itu.
“Saya menduga atau bahkan menuduh kerugian itu ditimbulkan akibat tidak efisiennya perseroan di bawah pimpinan Dirut Pertamina Dwi Soetjipto. Kemungkinan masih banyaknya korupsi di tubuh Pertamina,” kata Boyamin saat dihubungi Aktual di Jakarta, Rabu (8/4).
Menurutnya, jika dilihat dari segi bisnis penjualan Bahan Bakar Minyak (BBM) seharusnya perseroan tidak mengalami kerugian. Sementara untuk bisnis gas alam dan eksplorasi pun seharusnya Pertamina menuai keuntungan.
“Seharusnya dari segi bisnis BBM itu tidak merugi, kan dia (Pertamina) menjual dengan harga pasar. Sekalipun ada yang tidak di jual dengan harga pasar kan ditutupi dengan subsidi pemerintah seperti solar dan elpiji 3 kg. Kalau alasannya karena beli minyak yang lebih tinggi di Oktober – Desember, yah dibuka dong berapa harga tinggi yang dimaksud, berapa di jualnya? berapa ruginya? Berapa hitung-hitungannya? Bisnis eksplorasi atau pertambangan juga setahu saya produktif. Seharusnya tidak merugi,” terang pendiri Masyarakat Anti Korupsi (MAKI) itu.
Sementara itu, Direktur Utama Pertamina Dwi Soetjipto menuturkan bahwa kerugian sebuah korporasi tidak hanya dapat dilihat dan disimpulkan dalam kurun waktu satu atau dua bulan saja karena minyak dunia akan memengaruhi inventori yang pastinya naik turun.
“Di awal tahun, kita masih menyandang stok-stok Oktober 2014 yang harganya masih tinggi dan inventory pun sedang naik turun. sehingga, manakala harga stabil maka beban terhadap inventori tersebut otomatis akan hilang. oleh sebab itu, kita tidak bisa melihat posisi dua bulan menjadi kesimpulan. Ketika harga minyak naik, maka kita untung karena kita punya inventori pada harga yang rendah,” pungkasnya.
Artikel ini ditulis oleh:
Eka















