Jakarta, Aktual.com – Dikeluarkannya instruksi pemerintah Addendum surat Edaran Nomor 21 Tahun 2021 tentang Ketentuan Perjalanan Orang Dalam Negeri pada Masa Pandemi Corona Virus Disease 2019 (Covid-19) yang diteken oleh Ketua Satgas Penanganan Covid-19 Ganip Warsito pada Rabu (27/10), ditanggapi pro-kontra di masyarakat.

Hal ini dikarenakan didalam surat edaran tersebut dicantumkan syarat bagi pelaku perjalanan udara diharuskan melakukan Real Time Polymerase Chain Reaction (RT-PCR).

Pemerintah dalam hal ini Kementerian Kesehatan kemudian menetapkan standar tarif pemeriksaan RT-PCR. Tarif pemeriksaan PCR diawal penggunaannya pernah mencapai 2,5 juta kemudian turun menjadi 900 rb, karena banyak dikritik turun lagi 450-500 rb, dan kembali dikritik karena masih terlalu besar, yang kemudian Presiden Jokowi memberikan instruksi supaya diturunkan lagi menjadi 300 rb.

Dan akhirnya ditetapkan batasan tarif tertinggi Tes PCR adalah Rp 275.000 untuk Pulau Jawa-Bali dan Rp 300.000 untuk daerah lainnya.

Masa berlaku Tes PCR juga diperpanjang dari awalnya hanya 2 x 24 jam, terkini menjadi 3 x 24 jam. Aturan ini sendiri berlaku efektif mulai 27 Oktober 2021.

Menurut Direktur Eksekutif Indonesia Political Review (IPR) Ujang Komarudin, melihat kebijakan ini tetap sangat memberatkan masyarakat ditengah hancur nya ekonomi dan banyak dari mereka kehilangan pekerjaan. Aturan ini tidak mengindikasikan bahwa negara ikut serta dalam pemulihan ekonomi tapi semakin memberatkan.

“Yang harus dilakukan menurut saya adalah merevisi kebijakan dengan gratis dan rakyat bisa mengakses tes PCR dimanapun. Negara harus hadir dalam proses penyelesaian Covid 19 ini, tapi juga swasta harus diberi peran aktif karena mereka juga membantu menangani Covid 19, Pemerintah harusnya membuka sentra-sentra PCR di bandara-bandara, Rumah Sakit dan tempat lainnya karena mereka membayar pajak. Rakyat juga harus menikmati keuangan negara apalagi mereka sedang susah.” Tuturnya saat dihubungi tim Aktual.com (28/10).

Artikel ini ditulis oleh:

Dede Eka Nurdiansyah