Kantor Menkominfo Jakarta

Jakarta, Aktual.Com- Kementrian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) berencana akan melakukan konsultasi dengan Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah (LKPP), langkah ini dilakukan sebagai upaya agar lelang frekuensi tidak bernasib sama seperti tender E-KTP yang dilakukan oleh Kementrian Dalam Negeri beberapa waktu lalu,

Seperti diungkapkan oleh Direktur Jenderal Sumber Daya dan Perangkat Pos dan Informatika (SDPPI) Kominfo, Ismail MT.

Konsultasi sendiri tambah Ismail rencananya akan dilangsungkan pada Jumat (24/3) mendatang.

Disisi lain tambah Ismail, sebenarnya tak hanya LKPP saja yang diajak konsultasi, tetapi juga lembaga lain seperti Kejaksaan, KPK, BPKP, dan BPK.

“Konsultasi yang kita lakukan tersebut hanya untuk kehati-hatian saja. Kita akan diskusi dengan semua pihak yang terkait dengan lelang frekuensi,” terang Ismail kepada Media di kantornya, Jakarta, Rabu (22/3).

Namun, perkataan Ismail ini bertolak belakang dengan pernyataan tim legal Kominfo. Sebelumnya saat ditemui Media di Gedung Ombudsman Republik Indonesia (ORI) Jakarta, Senin (20/3), Fauzan Riadani tim legal dari Kominfo masih bersikukuh tidak akan mengajak LKPP dalam tender frekuensi yang akan dilakukan oleh Kominfo.

“Seleksi dan lelang frekuensi yang akan dilakukan oleh Kominfo tak mengacu pada Peppres 54 tahun 2010. Kita punya aturan sendiri untuk lelang frekuensi. Ini yang menjadi acuan buat kita. Bagaimana tata cara seleksinya. Karena lelang frekuensi bukan masuk ranah Peppres 54,” ucap Fauzan.

Dengan kondisi seperti ini, nampaknya jajaran di bawah Menkominfo khususnya direktorat SDPPI masih ‘galau’ untuk memutuskan mengenai mekanisme dan tata cara lelang frekuensi yang akan dilakukan Kominfo tersebut. Selain itu, jajaran di bawah Menkominfo tak berani menanggung resiko dalam tender frekuensi yang akan dilakukan oleh Kominfo. Mereka tak ingin mengalami nasib serupa dengan tender E-KTP.

Kenadti lelang frekuensi tak termasuk dalam ranah Perpres 54, namun menurut Direktur Indonesia Buget Center, Roy Salam, proses-proses lelang yang lazim dilakukan seperti seperti keterbukaan, adil, non diskriminatif seharusnya tetap dijalankan oleh Kementrian Kominfo.

“Jika Kominfo merumuskan berbagai pembatasan dalam lelang frekuensi, maka publik pasti akan bertanya-tanya ada apakah sesungguhnya,”ungkap Roy pada acara diskusi beberapa waktu yang lalu.

Sebelumnya diberitakan, Kominfo berencana melakukan lelang frekuensi 2.1 Ghz sebanyak 10 Mhz dan 2.3 Ghz sebesar 15 Mhz. Rencana lelang tersebut sudah dituangkan dalam rancangan peraturan menteri (RPM) yang telah diuji publikkan pada 22 Februari hingga 5 Maret 2017 yang lalu. Namun hingga kini hasil uji publik terhadap RPM tersebut masih misteri.

Sebelumnya Alamsyah Saragih, Komisioner Ombudsman menyebut seharusnya masukkan terhadap uji publik yang dilakukan oleh Kominfo, diumumkan hasilnya. Hasil uji publik tersebut dapat dipublikasi melalui website resmi Kominfo.

Komisioner Ombudsman itu memberikan contoh, Afrika Selatan. Pemerintah Afrika Selatan merespon masukan dengan menjelaskan apakah masukan dari masyarakat tersebut diterima penuh, sebagian atau ditolak sepenuhnya.

“Seharusnya Kominfo bisa mencontoh Afrika Selatan atau Kementrian Perhubungan dalam uji publik revisi PM 32 tahun 2016 tentang angkutan umum berbasis aplikasi. Kominfo harusnya bisa menjelaskan alasannya kenapa diterima, ditolak sebagian atau seluruhnya. Bagaimanapun tak semua masukan harus diterima. Yang terpenting dijelaskan mengapa ditolak dan mengapa diterima masukan dai masyarakat tersebut,” tukas Alamsyah.

Artikel ini ditulis oleh:

Editor: Bawaan Situs