Karena itu BPPN melepaskan (release) dan membebaskan (discharge) Sdr. Sjamsul Nursalim, Bank BDNI serta Komisaris dan Direksi Bank BDNI dari tanggung jawab BLBI. Sementara dalam dokumen Shareholder Loans Release, mengatakan bahwa BPPN dan Menteri Keuangan, yang mewakili Pemerintah Republik Indonesia mengakui dan menyetujui dan tidak akan memulai atau menuntut tindakan hukum atau memberlakukan hak hukum yang mungkin dapat dilakukan Menteri Keuangan, BPPN atau Pemerintah Republik Indonesia kepada Sjamsul Nursalim, Bank BDNI, serta Komisaris dan Direksi Bank BDNI sehubungan dengan pelanggaran Batas Maksimum Pemberian Kredit (BMPK) terkait pinjaman Pemegang Saham atau setiap hak terkait dengan BLBI.

“Dengan demikian dari keterangan saksi tersebut, bisa dikatakan bahwa Pemerintah termasuk BPPN dan Menteri Keuangan menegaskan bahwa Perjanjian MSAA-BDNI telah selesai pada tanggal 25 Mei 1999, dan juga telah diperkuat oleh hasil Audit Investigasi BPK-RI tanggal 31 Mei 2002 yang menyatakan MSAA-BDNI telah selesai (Final Closing),” kata Hasbullah.

Diketahui, Jaksa KPK mendakwa mantan Ketua Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN) Syafruddin Arsyad Tumenggung menyalahgunakan wewenang dengan menerbitkan surat keterangan lunas piutang Bank Dagang Nasional Indonesia kepada petani tambak. Ia didakwa menerbitkan SKL bersama-sama dengan Ketua Komite Kebijakan Sektor Keuangan (KKSK) Dorojatun Kuntjoro-jakti, pemegang saham Bank Dagang Nasional Indonesia (BDNI) Sjamsul Nursalim dan istri Sjamsul, Itjih S. Nursalim.

Syafruddin didakwa menerbitkan surat keterangan lunas untuk piutang Sjamsul Nursalim. Syafruddin menerbitkan surat keterangan lunas padahal Sjamsul belum membayar lunas kewajiban kepada pemerintah. Akibat tindakan tersebut, Syafruddin dianggap melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi yaitu memperkaya Sjamsul Nursalim sejumlah empat triliun lima ratus delapan puluh miliar rupiah, yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara, yaitu merugikan keuangan negara sejumlah empat triliun lima ratus delapan puluh miliar rupiah atau setidak-tidaknya sekitar jumlah tersebut.

Syafruddin didakwa melanggar Pasal 2 ayat (1) atau pasal 3 Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang RI Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo. Pasal 55 ayat (1) Ke-1 KUHPidana.

(Wisnu)

Artikel ini ditulis oleh:

Antara