Jakarta, aktual.com – The Indonesian Institute, Center for Public Policy Research (TII) mengingatkan bahwa sosialisasi oleh partai politik (parpol) peserta pemilihan umum (pemilu) hanya dilakukan di internal partai.

Manajer Riset dan Program TII Arfianto Purbolaksono mengatakan hal tersebut sebagaimana diatur Peraturan Komisi Pemilihan Umum (PKPU) Nomor 33 Tahun 2018 tentang Kampanye Pemilu.

“Pasal 25 itu kan memang tertulis di ayat 2, partai politik itu melakukan sosialisasi dan pendidikan politik di internal. Metodenya melakukan pemasangan bendera, juga pertemuan terbatas untuk internalnya mereka,” kata Arfianto dihubungi ANTARA dari Jakarta, Jumat (30/6).

Arfianto mengingatkan perihal ini karena pihaknya menilai sosialisasi yang dilakukan oleh peserta pemilu, baik parpol, bakal calon anggota legislatif (caleg), maupun bakal calon presiden (capres) belakangan ini tidak sesuai dengan aturan yang ada, yakni di ruang publik alih-alih internal partai.

“Misalkan kita lihat banyak bertebaran spanduk, baliho di jalan-jalan, bahkan di tempat-tempat yang memang itu dekat dengan ruang publik. Bahkan kalau misalkan kita berbicara tentang pertemuan-pertemuan atau persiapan yang melibatkan masyarakat juga sudah sangat luas sekali,” kata dia.

Adapun Pasal 25, Ayat (2), PKPU Nomor 33 Tahun 2018 yang dimaksud Arfianto berbunyi sebagai berikut:

“Partai Politik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat melakukan sosialisasi dan pendidikan politik di internal Partai Politik, dengan metode: (a) pemasangan bendera Partai Politik Peserta Pemilu dan nomor urutnya; dan (b) pertemuan terbatas, dengan memberitahukan secara tertulis kepada KPU dan Bawaslu paling lambat 1 (satu) Hari sebelum kegiatan dilaksanakan.”

Lebih lanjut, Arfrianto mendorong penyelenggara pemilu, khususnya KPU, untuk memperjelas definisi sosialisasi. Menurut dia, sosialisasi yang dilakukan peserta Pemilu saat ini pada ujungnya sama dengan kampanye, sebab bertujuan memikat simpati calon pemilih agar mendapat suara.

“Namanya saja yang berbeda, sosialisasi dan kampanye, padahal ujung-ujungnya adalah sebenarnya mereka melakukan kampanye. Bagi kami, harus diperjelas apa definisinya, kalau yang dikatakan sosialisasi itu apa? Jadi batasannya jelas,” ucapnya.

Selain itu, dia juga mendorong adanya kejelasan terkait dengan definisi pertemuan terbatas di internal parpol. Menurutnya, kejelasan terkait pertemuan internal ini penting karena akan membantu Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) dalam hal pengawasan dan penegakan hukum.

“Apakah pertemuan internal itu dilakukan tertutup hanya melibatkan anggota dan pengurus partai saja? Atau memang dapat melibatkan masyarakat luas yang bukan anggota maupun pengurus partai,” kata Arfianto.

Pentingnya kejelasan ini, sambung Arfianto, juga agar menjaga keadilan dalam kompetisi Pemilu 2024.

“Jangan sampai terjadi ketimpangan, di mana ada bakal calon yang telah memulai terlebih dahulu sosialisasi dibandingkan bakal calon lainnya,” imbuh dia.

Artikel ini ditulis oleh:

Antara
Rizky Zulkarnain