TKN Fanta Prabowo-Gibran menggelar meet up dan nobar (nonton bareng) debat perdana calon presiden Pemilihan Presiden (Pilpres) 2024 oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU) di Kemang Village, Jakarta Selatan, Selasa (12/12/2023).

Jakarta, Aktual.com – Ketua Tim Hukum Nasional (THN) Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar, Ari Yusuf Amir menekankan bahwa penyelesaian Tragedi Kanjuruhan dan Tragedi Unlawful Killing KM 50 penting dilakukan untuk memenuhi rasa keadilan bagi korban dan keluarganya.

Kedua peristiwa tersebut telah menimbulkan keprihatinan mendalam dan hingga kini penyelesaiannya dianggap belum tuntas.

“Kami menggarisbawahi pernyataan Mas Anies Baswedan tentang pentingnya penanganan yang adil dan transparan untuk kedua kasus itu sebagai bagian dari tanggung jawab negara dalam melindungi warganya,” ujar Ari kepada media di Jakarta, Kamis (14/12/23).

Dalam debat perdana capres pada 12 Desember 2023, Anies Baswedan meminta pandangan kepada Ganjar Pranowo mengenai hal tersebut. Anies kemudian memberikan pemaparan bahwa kedua persoalan itu perlu diselesaikan minimal lewat empat hal, yakni memastikan proses hukum menghasilkan keadilan, mengungkap seluruh fakta, memberikan kompensasi kepada para korban, dan negara harus menjamin peristiwa serupa tidak terulang lagi.

Ari menekankan pentingnya transparansi, keadilan, dan fokus pada korban dalam penanganan kedua kasus itu. Kata Ari, penanganan kasus bukan hanya berkutat pada soal hukum, tetapi juga soal hati nurani bangsa.

“Setiap aspek penegakan hukum dalam kasus ini harus berpihak pada korban dan tidak melindungi siapa pun yang bersalah.” tegasnya.

Tragedi Kanjuruhan terjadi pada 1 Oktober 2022. Insiden yang terjadi di Stadion Kanjuruhan ini menewaskan 135 jiwa dan lebih dari 500 orang terluka. Sementara Tragedi Unlawful Killing KM 50 terjadi pada 7 Desember 2020 di KM 50 Tol Cikampek, di mana terjadi penembakan yang mengakibatkan 6 laskar FPI meninggal. Kedua insiden menimbulkan pertanyaan serius tentang prosedur kepolisian dan hak asasi manusia.

“Kami ingatkan bahwa tidak tuntasnya penanganan kedua kasus ini dapat menimbulkan apatisme terhadap penegak hukum dan keadilan itu sendiri,” ujar Ari.

“Penyelesaian kasus ini penting untuk menghapus luka yang dirasakan anak-anak bangsa dan mengembalikan kepercayaan publik pada sistem keadilan, khususnya terhadap Polri.” tambahnya.

Ari juga menyoroti pendekatan kekerasan yang masih kerap dilakukan kepolisian di dalam penanganan kasus. Kepolisian tercatat beberapa kali melakukan tindakan ekseksif dalam tindakannya, sehingga menimbulkan korban dari kalangan masyarakat. Menurut Ari, reformasi Polri krusial untuk dijalankan.

“Polri perlu menertibkan internalnya sendiri sebelum menertibkan masyarakat,” cetus Ari.

Selain itu, kata dia, merit system harus dikedepankan, di mana manajemen personel di Polri didasarkan pada kualifikasi, kompetensi, dan kinerja.

“Di Polri ini banyak polisi yang baik, yang bagus. Seharusnya mereka ini diberikan kesempatan yang sama untuk tampil di Polri. Jangan biarkan polisi yang bermasalah yang justru mendapatkan tempat,” pungkas Ari.

Artikel ini ditulis oleh:

Eka
Jalil