Industri Sawit Nasional (Aktual/Ilst.Nelson)

Jakarta, aktual.com – Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) Sumatera Selatan (Sumsel) mencatat bahwasanya luas lahan izin perkebunan sawit di Sumsel telah mencapai 1,5 juta ha, sementara dampak yang ditimbulkan selama ini, selain kerusakan lingkungan dan konflik sosial, namun juga menyebabkan krisis pangan pada suatu daerah.

Untuk itu dia menegaskan seharusnya pemerintah mendengar keluhan dan aspirasi masyarakat Desa Pauh yang menolak pembukaan lahan seluas 4.000 ha oleh PT Sumatera Sawit Lestari (PT SSL)

“Selain konflik sosial dan kerusakan lingkungan, terjadi ancaman pangan dimana-mana seiring dengan masuknya perkebunan sawit di lahan-lahan produktif masyarakat. Pemerintah harus mendengar dan menjadikan penolakan masyarakat sebagai bahan evaluasi atas kebijakan perkebunan kelapa sawit di Sumsel. Kemudian harus segera menghentikan proses perizinan dan melakukan moratorium terkait izin,” tegas Direktur Walhi Sumsel, Hadi Jatmiko kepada Aktual.com Senin (20/6)

Menurut Hadi, sikap pemerintah yang loyal terhadap perusahaan tidak lain karena tersandera kepentingan dan janji politik dalam pembiayaan pencalonan.

“Jika tujuan untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat, harusnya pemerintah memaksimalkan potensi pertanian masyarakat. Namun karena kepentingan dan janji-janji politk, maka konflik dan kerusakan lingkungan hidup pasti terjadi,” pungkasnya

Sebelumnya Masyarakat Desa Pauh Kecamatan Rawas Ilir Kabupaten Musi Rawas Utara, Sumatra Selatan menyampaikan penolakan keinginan Pemerintah Daerah yang telah memberikan izin pembukaan lahan pada PT Sumatera Sawit Lestari (PT SSL).

Masyarakat mengkhawatirkan pembukaan lahan seluas lebih dari 4.000 ha tersebut akan membawa dampak yang semakin buruk pada lingkungan dan mengganggu mata pencaharian masyarakat yang sebagian besar sebagai petani sawah.

Ketua Badan Permusyawaratan Desa (BPD), Junaidi (48) mengatakan selama ini telah terdapat beberapa perusahaan perkebunan kelapa sawit yang masuk dan mengembangkan industri di wilayahnya, cukup membawa kerusakan lingkungan berupa pencemaran air sungai yang menjadi keruh serta pengurangan volume cadangan air sawah (sawah non irigasi) yang kerap menyebabkan petani mengalami gagal panen.

“Kami menolak PT SSL karena dari pengalaman selama ini kehadiran perusahaan-perkebunan kelapa sawit tidak membawa kesejahteraan bagi masyarakat, yang ada malah menyusahkan kehidupan masyarakat akibat pembabatan hutan secara besar-besaran, membuat sawah kami kering, karena tumbuhan jenis sawit kuat menghisap cadangan air,” kata Junaidi kepada Aktual.com, Jumat (17/6).

Lebih lanjut Junaidi mengungkapkan bahwa perusahaan-perusahaan kelapa sawit yang telah ada di desa Pauh, dulunya masuk dengan menyerobot lahan masyarakat dan memicu konflik sosial. Kemudian setelah itu dana Corporate Social Responsibility (CSR) tidak disalurkan dengan jelas dan tidak membawa perbaikan kehidupan masyarakat Desa Pauh.

Sehingga dia menegaskan akan menolak kehadiran PT SSL yang akan memperburuk kehidupan masyarakat.

Sementara Ketua Aliansi Pemuda Musi Rawas Utara, Abubakar (28) menimpali bahwa kehadiran perkebunan kelapa sawit dalam menyerap tenaga kerja tidak sebanding dengan kehilangan mata pencaharian akibat luas lahan yang beralih fungsi.

“Nanti akibat lahan masyarakat habis dan tidak ada lagi tempat untuk bercocok tanam, akhirnya pemuda atau masyarakat akan banyak nganggur. Memang, awal pembukaan lahan banyak tenaga kerja yang diserap, tapi setelah sawit kian besar maka tenaga kerja dikurangi secara besar-besaran karena perusahaan tidak membutuhkan. Sekarang aja sudah banyak pemuda-pemuda pergi merantau meninggalkan desa untuk mencari pekerjaan dan kehidupan yang layak. Jadi kita minta kebijakan pemerintah memperhatikan kami,” pungkasnya

Artikel ini ditulis oleh:

Reporter: Dadangsah Dapunta
Editor: Arbie Marwan