Screenshot Gerbang masuk proyek pembangunan Bendungan Bener di Kecamatan Bener Kabupaten Purworejo Jawa Tengah

Jakarta, Aktual.com – Proyek pembangunan Bendungan Bener yang berada di perbatasan Kabupaten Purworejo dan Kabupaten Wonosobo Jawa Tengah merupakan proyek strategis nasional. Proyek ini akan membendung aliran sungai Bogowonto. Daya tampung air Bendungan Bener akan mencapai lebih dari 90 juta meter kubik.

Proyek ini dimulai pada tahun 2018 dan dicanangkan selesai pada tahun 2024. Biaya pembangunan Bendungan bener direncanakan senilai lebih dari Rp2 triliun (2018). Namun menurut Balai Besar Wilayah Sungai Serayu Opak sebagai pemrakarsa proyek Bendungan Bener nilai itu telah berubah.

“Secara keseluruhan sekarang ini estimasi sekitar 3,8 triliun untuk konstruksinya, itu belum termasuk nanti untuk pengadaan tanah,” ujar Yosiandi Radi Wicaksono Kabid Pel. Jaringan Sumber Air BBWS Serayu Opak.

Bendungan Bener ini akan menjadi salah satu bendungan tertinggi di Indonesia dengan tinggi 169 m dan akan menjadi penanda baru Kabupaten Purworejo.

Menurut Kepala Balai Besar Wilayah Sungai (BBWS) Serayu Opak Dwi Purwantoro mengungkapkan bahwa pembangunan Bendungan Bener dibangun untuk lima manfaat. Pertama, irigasi seluas 15.519 hektare. Kedua, mitigasi bencana banjir di Purworejo, Jateng dan Kulon Progo DIY. Ketiga, untuk air minum dengan debit 1.500 liter per detik ke Kabupaten Kulon Progo, Kebumen dan Purworejo. Keempat, kebutuhan PLTA dengan kapasitas 10 MW. Kelima, menjadi ikon wisata baru.

Tak ada satupun yang tidak setuju dengan manfaat bendungan bener ini namun konflik sosial muncul ketika bangunan utama Bendungan membutuhkan batu andesit yang akan di tambang di Desa Wadas pasalnya warga Wadas yang mayoritas petani akan kehilangan tanah karena tanahnya akan di tambang batu andesit sejumlah 8,5 juta M3.

Rencana penambangan batu andesit ini telah membelah warga Wadas menjadi dua kelompok yang pro dan kontra tambang.

Warga yang kontra tambang pun mengalami kekerasan dan trauma dari aparat kepolisian seperti yang terjadi pada 23 April 2021. Sebanyak 67 warga yang menolak tambang ditangkap polisi pada 8 Februari 2022.

Menurut tenaga ahli utama Kantor Staf Presiden Joanes Joko alasan dilakukannya penambangan batu andesit di Wadas adalah untuk menghemat keuangan negara.

“Kalau ini tanah ini diambil oleh pemerintah maka yang melakukan penambangan itu pemerintah mas. Jadi nilai dari batu itu adalah nol. Tetapi kalau diambil di tempat lain seperti tambang-tambang atau galian galian yang sudah dikuasai oleh swasta nilainya bukan nol lagi… Ya itung aja per meter kubik itu harga Quarry berapa tinggal dikalikan,” kata Joanes saat diwawancarai wartawan.

Artikel ini ditulis oleh:

Editor: Dede Eka Nurdiansyah