Yogyakarta, Aktual.com — Wacana pemindahan ibu kota negara dari Jakarta ke daerah lainnya tidak perlu, karena justru akan menimbulkan persoalan kependudukan dan perekonomian baru, kata Sosiolog dari Universitas Gadjah Mada, Tajuddin Noer Effendi.
“Wacana itu tidak memecahkan masalah malah bisa menimbulkan masalah baru,” kata Tajuddin dalam seminar bertajuk “Apakah Ibu Kota Jakarta Perlu Dipindah?”, di Universitas Gadjah Mada (UGM), Yogyakarta, Kamis (20/8).
Ia mengatakan, bahwa pemindahan ibu kota dipandang tidak efektif serta memerlukan banyak biaya. Sebab, selain memindahkan perkantoran Kementerian, dan Badan-badan pemerintahan lainnya, juga harus memindahkan staf dan keluarganya yang keseluruhan bisa mencapai tiga juta orang, sama dengan jumlah penduduk satu kabupaten.
Pemindahan tersebut, menurut dia, jika terlaksana tentu membutuhkan daerah yang siap menampung jutaan pindahan penduduk, disertai dengan penyediaan infrastruktur seperti rumah dan sekolah yang memadai. Jika tidak terpenuhi justru akan menimbulkan persoalan kependudukan dan ekonomi baru.
“Padahal menyediakan infrastruktur untuk tiga juta orang tidak mudah.Kalaupun mudah apakah ada daerah yang mampu menampung pindahan sebanyak itu, dan berapa luas lahan yang harus disediakan?” kata dia.
Menurutnya, saat ini Jakarta memang terus mengalami pertumbuhan jumlah penduduk secara ekstrem jauh dari daerah lainnya. Jumlah penduduk Jakarta saat ini mencapai 15.015 jiwa per kilometer persegi. Padahal, luas wilayahnya hanya 664 kilometer persegi atau 0,03 persen dari luas Indonesia.
Menumpuknya jumlah penduduk di Jakarta, mengakibatkan ketimpangan pembangunan, perputaran investasi, dan perekonomian Indonesia, karena sebagian besar akan terkonsentrasi di Jakarta.
“Diperkirakan ada 60 sampai 70 persen uang yang beredar ada di Jakarta,” kata dia.
Untuk mengatasi persoalan itu, menurut Tajuddin, tidak perlu terburu-buru mewacanakan pemindahan ibu kotanya, melainkan dapat dipecahkan dengan menyebarkan kegiatan pemerintahan yang selama ini terpusat di Jakarta ke daerah-daerah.
“Sehingga bukan ibu kotanya yang dipindah, namun cukup kantor-kantornya saja yang disebar ke daerah,” kata dia.
Sementara itu, Guru Besar Ilmu Administrasi Negara UGM, Yeremias T Keban mengatakan untuk mengatasi masalah kependudukan di Jakarta, justru yang diperlukan ialah memperluas batas wilayah Jakarta ke daerah-daerah penyangga seperti Bogor, Depok, Tangerang, dan Bekasi.
“Dengan begitu persoalan kependudukan Jakarta akan ditanggung bersama-sama dengan daerah penyangga disekitar Jakarta,” kata dia.
Artikel ini ditulis oleh: