Jakarta, aktual.com – Menyusul memanasnya situasi keamanan di Timur Tengah akibat konflik Iran dan AS, Indonesia menyiapkan rencana perlindungan dan evakuasi WNI jika diperlukan.
Penyusunan rencana cadangan (contingency plan) telah dilakukan antara pemerintah pusat dengan beberapa perwakilan RI di Timur Tengah, terutama untuk memetakan jumlah dan sebaran WNI di kawasan tersebut.
“Kita juga menentukan level kedaruratannya, karena masing-masing akan berbeda penanganannya. Kemudian kita juga cek kebutuhan logistik, dan apabila diperlukan evakuasi akan memakai rute yang mana,” kata Menteri Luar Negeri RI Retno Marsudi saat ditemui usai Perayaan Natal Kemlu RI di Jakarta, Senin (6/1).
Upaya evakuasi WNI dari daerah konflik sebelumnya telah berhasil dilakukan saat terjadi perang saudara di Yaman pada 2015. Pada saat itu, ribuan WNI berhasil dievakuasi baik menggunakan jalur udara dan laut di bawah koordinasi Kemlu dan TNI.
“Kalau evakuasi, kita bekerjasama dengan Kementerian Pertahanan jika diperlukan pesawat dari TNI AU karena evakuasi itu tidak bisa dilakukan sendiri oleh KBRI kita. Biasanya kita ada tenaga bantuan dari pusat dan melibatkan kerja sama banyak pihak,” kata Menlu Retno.
Sambil menyiapkan rencana perlindungan dan evakuasi WNI, Retno berharap semua pihak yang berkonflik dapat sama-sama menahan diri agar situasi keamanan di Timur Tengah tidak semakin memburuk.
Ketegangan antara Iran dan AS kembali meningkat setelah komandan Pasukan Quds, sayap Garda Revolusi Iran, Qasem Soleimani terbunuh akibat serangan udara militer AS di Bandara Internasional Baghdad, Irak, pada Jumat (3/1).
Presiden AS Donald Trump, yang memerintahkan serangan udara tersebut dan mengancam akan menyerang 52 sasaran di Iran jika negara itu menyerang orang Amerika atau aset AS sebagai balasan atas kematian Soleimani.
Di sisi lain, Iran mengecam tindakan Trump dan menyebutnya sebagai “teroris berdasi”.
Menyebut pembunuhan Soleimani “sama saja dengan perang”, Iran berjanji akan melakukan serangan balasan. Iran juga tidak lagi mematuhi semua pembatasan yang diterapkan dalam kesepakatan nuklir pada 2015. (Eko Priyanto)
Artikel ini ditulis oleh:
Zaenal Arifin