Sementara itu, secara offline pemasaran asuransi tetap akan dilakukan. Target yang telah dicanangkan pada dua tahun lalu yakni 10 juta agen akan terus berjalan. Ia yakin keduanya akan berjalan beriringan. Sebab, kata dia, masyarakat Indonesia memiliki keunikan tersendiri dalam membeli asuransi.

“Jadi, meski sudah memasuki era digital namun peran agen saya punya keyakinan belum bisa hilang hingga 5-10 tahun ke depan. Karena budaya kita di Indonesia unik. Orang membeli asuransi karena hubungan emosional,” papar dia.

Ia berharap industri asuransi aware terhadap digitalisasi. Menurutnya, untuk mengembangkan usaha mereka maka digitalisasi mrupakan hal yang harus dihadapi dan ditangani dengan segera.

“Kita ini sebetulnya sudah aware kok. Di peusahaan sudah berlomba-lomba menyiapkan teknologi, misalnya database yang bagus atau agar mereka bisa dihubungi secara online,” papar dia.

Ia berharap dengan masuk ke era digital industri asuransi semakin terbuka pada masyarakat dan semakin mendekatkan diri dengan pasar. Ia membandingkan keuntungan sistem digital dengan keharusan membangun kantor cabang di seluruh Indonesia.

Artikel ini ditulis oleh:

Andy Abdul Hamid