Di Jawa Barat PPP mengusung UU sebagai Wakilnya Ridwan Kamil, di Jawa Tengah mengusung Taj Yasin Maemun Zubaer sebagai Wakilnya Ganjar, dan di Jawa Timur mengusung Khofifah.

Formasi ini, jika merujuk pada perkataan DN Aidit ketika pemberontakan PKI, posisinya akan sangat menguntungkan. Kata Aidit; “DJAWA ADALAH KOENTJI”. Maka menguasai Jawa adalah modal terbesar dalam proses merebut kepemimpinan nasional.

Sebagai sebuah Parpol dengan sejarah panjang dalam proses perjalanan bangsa ini, yang dibutuhkan PPP adalah konsolidasi lebih massif dan silaturahim tanpa henti. Ada rajutan jejaring lama yang barangkali sudah tak tersentuh, ada basis-basis yang lama tak terjamah lantaran berlarut-larut dalam penyelesaian konflik (Dispute Settlement), ada basis kantong suara Nahdhiyin Konservatif, juga Ormas-ormas yang dulu pernah secara politik berfusi ke dalam PPP.

Sebagai Rumah Besar Umat Islam, PPP harus lebih banyak Go Public untuk menyampaikan pesan bahwa PPP hadir dalam mengadvokasi kepentingan Umat Islam. PPP memperjuangkan UU tentang larangan Miras, PPP menolak Full Day School, dan PPP hadir di banyak forum keagamaan bersama Para Ulama dan Para Habaib. Bendera Hijau berlambang Ka’bah adalah simbol hingar bingar yang sudah sedari hari ini harus kita kibarkan tinggi-tinggi panji-panjinya.

Penulis meyakini, hanya dengan silaturahim yang lebih ditingkatkan, konsolidasi yang lebih massif, dan kemauan yang lebih keras untuk turun langsung menjemput kantong-kantong suara lah, PPP bisa eksis ke depan. Sejarah mencatat eksistensi PPP dipenuhi dengan agenda-agenda besar semacam Kirab, Pawai, Tabligh Akbar, dan hal-hal yang mengarah pada upaya untuk membesarkan Islam dengan cara Syi’ar dan Dakwah.

Artikel ini ditulis oleh:

Antara