Oleh: Jamaluddin F Hasyim
Jakarta, aktual.com – Sedang rame di jagat netizen soal ucapan presiden Prabowo yang diberitakan akan memberikan pengampunan kepada para koruptor asal mengembalikan hasil korupsinya ke negara. Lalu heboh lagi dengan vonis terhadap Harvey Moeis yang kejahatannya merugikan negara ratusan triliun rupiah hanya divonis 6,5 tahun penjara. Belakangan sang presiden meluruskan berita tersebut.
Dalam sebuah pengajian, ada jemaah bertanya kepada saya bagaimana pertobatan pelaku korupsi. Apakah dengan menjalani vonis hukum di penjara maka dosanya gugur?
Ini pertanyaan menarik karena praktek korupsi sudah menjadi kanker yang menggerogoti bangsa ini. Banyak mereka yang terlanjur melakukannya ingin bertobat tapi butuh penjelasan bagaimana pertobatan itu, apakah dengan menyerahkan diri kepada aparat hukum atau langsung kembalikan saja kepada masyarakat?
Praktek korupsi yang dilakukan pejabat publik, khususnya yang merugikan keuangan negara (karena ada juga praktik korupsi yang tidak merugikan secara langsung seperti suap, dan lainnya), maka disana terkait dua kasus hukum, hukum positif dalam konteks negara, dan hukum agama dalam kaitan dengannya selaku muslim.
Aturan hukum soal korupsi sangat jelas, dan pengadilan yang memutuskan sesuai hukum yang ada, meski kadang putusannya dianggap melukai rasa keadilan publik. Setelah vonis, yang bersangkutan akan menjalani hukuman sambil boleh jadi berusaha banding dan kasasi di jenjang pengadilan lebih tinggi. Sampai disini dia sudah menerima konsekuensi hukum perbuatan korupsinya, termasuk didalamnya penyitaan aset dan denda yang harus dibayarkan, disamping mengembalikan kerugian negara. Secara hukum positif dia sudah menyelesaikan kewajibannya sebagai warga negara, dan negara telah mengambil haknya dari si koruptor.
Lalu bagaimana dengan hukum Islam yang memayunginya sebagai Muslim? Korupsi menurut syariah secara umum dimasukkan dalam kelompok pencurian kekayaan negara. Konsekuensi hukumnya (bila diterapkan secara rigid) adalah potong tangan. Sekali lagi ini jika mengacu kepada hukum syariah. Selain itu, tingkat hukuman dapat lebih besar dari itu sesuai bobot perkara dan besarnya kerugian negara. Pelaku korupsi juga wajib mengembalikan semua kekayaan negara yang dikorupsinya., dan meminta maaf kepada masyarakat, bukan meminta kehalalan harta tersebut seperti dalam kasus ghosob atau menghilangkan/merusak benda orang lain. Secara pribadi, si pelaku disarankan untuk memperbanyak tobat kepada Allah. Disinilah pertobatan korupsi menurut syariah Islam, setidaknya demikian yang saya pahami. Mohon para ahli berkenan mengkoreksi jika saya keliru.
Jadi menjalani hukuman negara belum membawa koruptor kepada pertobatan sepenuhnya, karena dosa apapun harus ditebus dengan taubatan nasuha, sembari mengembalikan hak milik orang lain jika menyangkut hak Adamiyah.
Dan kepada para hakim ingatlah bahwa hukuman yang Anda putuskan bukan hanya Anda pertanggungjawabkan di dunia, namun lebih berat adalah pertanggungjawaban di pengadilan Allah SWT. Jika putusan perkara berat namun Anda vonis ringan, Anda telah ikut meridhoi perbuatan korupsi dan karenanya dianggap bersekutu dalam kejahatan tersebut. Semoga nurani Anda masih bisa melihat ini. Putuskan seadil-adilnya dan Anda akan merasakan kebebasan sejati sebagai penegak hukum.
Allahul Must’an wa ilai-Hil mashir.
Artikel ini ditulis oleh:
Rizky Zulkarnain