Jakarta, Aktual.co — Todung Mulya Lubis, pengacara PT PLN (Persero) menyatakan uang penjaminan PLN terhadap Ermawan AB (EAB), terdakwa perkara tuduhan korupsi Flame Tube PLN Belawan, telah sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
Direktur Utama PLN memberikan jaminan pengalihan penahanan EAB dari kurungan ke tahanan kota yang suratnya kepada Kepala Kejaksaan Negeri Medan pada 28 Maret 2014, telah sesuai regulasi. “Permohonan pengalihan penahanan EAB dan penjaminan oleh Pak Nur Pamudji sesuai dengan Pasal 22 ayat (1), ayat (3), dan ayat (5), serta Pasal 23 ayat (1), dan Pasal 31 ayat (1) KUHAP perihal dimungkinkannya pengalihan jenis penahanan,” ujar dia, kepada wartawan, Kamis (11/12). Pernyataan Todung menanggapi sejumlah pertanyaan dari beberapa kalangan yang mempertanyakan uang jaminan Rp 23,9 miliar dan penjaminan dari Dirut PLN terhadap EAB untuk menjalani tahanan kota pada saat proses peradilan di tingkat pertama. Penjaminan terhadap EAB dipertanyakan setelah EAB menghilang dalam beberapa waktu terakhir, dari seharusnya menjalani kurungan pidana.
EAB didakwa merugikan negara Rp 23,9 miliar dalam perkara Flame Tube PLN Belawan. Todung menuturkan, jaminan tersebut diberikan oleh PLN karena keahlian EAB sangat diperlukan untuk mengatasi dan memulihkan pasokan listrik di Sumatera Utara dan Aceh.
Karena keahlian Ermawan dibutuhkan PLN, pada 28 Maret 2014 Dirut PLN menyurati Ketua Pengadilan Negeri Medan dan memohon agar status EAB dialihkan dari kurungan menjadi tahanan kota, dengan jaminan pribadi dan korporasi bahwa EAB akan kooperatif. PLN juga memberikan jaminan uang Rp 23,9 miliar sesuai dengan nilai kerugian negara sebagaimana didakwakan JPU kepada EAB. PLN menyetor uang penjaminan terhadap EAB sebesar Rp 23,9 miliar ke rekening Pengadilan Negeri Medan pada 7 April 2014. Pada hari yang sama, Majelis Hakim Tipikor Medan memberikan persetujuan dengan menerbitkan Surat No.19/PID.SUS.K/2014/PN.Mdn mengenai peralihan penahanan Rutan menjadi tahanan kota yang berlaku sejak 8 April 2014. Penetapan Majelis Hakim tersebut kemudian ditindaklanjuti dengan Surat Perintah Kepala Rumah Tahanan Negara Klas I Medan untuk mengeluarkan EAB per tanggal 8 April 2014. Ia mengatakan, penjaminan tersebut hanya berlaku selama pemeriksaan perkara pada tingkat pertama, tidak sampai Banding maupun Kasasi. Ketika EAB diputus 3 tahun kurungan oleh Pengadilan Tipikor Medan pada 24 Juli 2014, pada hari yang sama Dirut PLN memohon penarikan kembali uang jaminan Rp 23,9 miliar tersebut.
Ketua Pengadilan Tipikor Medan kemudian menyetujui pengembalian uang jaminan tersebut, dengan pertimbangan bahwa kewenangan menentukan penahanan beralih ke PT Medan mengingat JPU Kejari Medan mengajukan banding ke PT Medan. Ketika proses pemeriksaan EAB berlangsung pada tingkat banding di Pengadilan Tinggi Medan, pada 5 September 2014 Dirut PLN menerbitkan Surat No. 5155/031/DIRUT/2014 yang ditujukan ke Ketua PT Medan tentang permohonan penarikan kembali uang jaminan tersebut. Pada saat surat permohonan penarikan kembali uang jaminan tersebut telah dilakukan, sempat menimbulkan pertanyaan perihal sumber dana uang penjaminan, termasuk dari Ombudsman Sumatera Utara dan DPRD Sumatera Utara. Pada 16 September 2014, Kejaksaan Agung sempat meminta keterangan Dirut PLN dan Direktur Keuangan PLN. Keduanya menjelaskan duduk perkara uang jaminan disertai dasar aturannya. Pada 6 Oktober 2014, Ketua PT Medan menerbitkan Penetapan No.311/Pen.Pid.Sus.K/2014/PT-MDN tanggal 6 Oktober 2014 yang menetapkan dua poin.Pertama, memerintahkan penahanan EAB untuk ditahan di Rutan Tanjung Gusta terhitung 6 Oktober 2014. Kedua, memerintahkan Ketua PN Medan mengembalikan uang jaminan tersebut. Per tanggal 9 Oktober 2014, uang jaminan pengalihan penahanan Rp 23,9 miliar tersebut telah dikembalikan oleh Ketua PN Medan. Nah, pada 13 Oktober 2014, Majelis Hakim PT Medan memutus perkara banding EAB dengan menambah pidana menjadi 8 tahun dan denda Rp 100 juta. “Sebelum putusan PT Medan dibacakan, berdasarkan Penetapan Ketua PT Medan No. 311/Pen.Pid.Sus.K/2014/PT-MDN tanggal 6 Oktober 2014 Kejari Medan memanggil EAB untuk ditahan, namun hingga saat ini belum diketahui keberadaannya.” Todung menjelaskan, PLN akan kooperatif, menghormati, mematuhi, dan menjunjung tinggi proses hukum yang adil dalam perkara pengadaanFlame Tube untuk Gas Turbine (GT) 1.2 Sektor Belawan tahun 2007 ini, termasuk mengupayakan untuk mencari tahu keberadaan EAB. “Terlebih PLN telah berkomitmen untuk aktif dalam gerakan anti korupsi, sesuai dengan moto PLN Bersih, No Suap, No Gratifikasi,” jelas Todung.
Artikel ini ditulis oleh:
Nebby