‘Tokoh Aktivis Era 80an Ancam Impeachment Jokowi Jika Tidak Mampu Tegakan Konstitusi’

Jakarta, Aktual.com – Sri Bintang Pamungkas mengatakan apa yang dikatakan Gubernur DKI Jakarta non aktif Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) dalam kunjungannya di Kepulauan Seribu beberapa waktu lalu bukan hanya melanggar hukum pasal 156a KUHP tentang penistaan agama, namun juga melanggar ketertiban umum.

“Soal penistaan agama itu ada di bawah bab tentang ketertiban umum. Jadi ahok ini melanggar ketertiban umum selain penistaan agama sesuai KUHP pasal 156a dan itu adalah delik formil sama halnya dengan pembunuhan, ada pembunuh yang kemudian tertangkap tangan. Pembunuhnya ada, senjatanya ada, korbannya juga ada. Apa yang dilakukan oleh Ahok itu jelas, sebuah penistaan” ujar tokoh pergerakan di masa-masa akhir jabatan dan penggulingan Presiden Soeharto ini (11/11).

Dalam orasi orasi singkatnya saat menghadiri acara “Malam Keprihatinan Aktivis” bertema “Tegakan Supremasi Hukum, Selamatkan Demokras, Lawan Tirani” yang diselenggarakan oleh Ikatan Alumni Universitas Indonesia di Taman Proklamator, Jakarta Pusat (11/11) dia mengatakan proses hukum yang terjadi dinilainya hanya untuk mengulur waktu untuk menyelamatkan Ahok dari jeratan hukum.

“Tetapi yang terjadi apa, yang terjadi adalah usaha untuk membebaskan Ahok. Jadi pikiran-pikiran mengenai dia akan ditangkap, akan dipanggil Bareskrim, itu bohong-bohongan semua. Pada akhirnya dia akan dibebaskan… Nah, disinilah saya melihat, kita semua melihat bahwa supremasi hukum adalah tajam kebawah tumpul diatas,” tambahnya.

Ia menyarankan, sebagai hamba hukum seharusnya Jokowi beserta aparat penegak hukum lainnya dapat menjadi teladan dan pelopor penegakan hukum yang adil dan merata.

“Jadi ini bahaya besar bagi sebuah negara hukum seperti Indonesia, dirusak, diacak-acak. Oleh karena itu kita harus selamatkan republik ini.”

Dia juga juga mengajak seluruh elemen untuk mendesak MPR menggelar sidang istimewa jika Jokowi tidak mampu menjadi pemimpin yang mampu memberikan rasa keadilan bagi masyarakat.

“Ngga usah merasa takut, kita menuntut supaya ada sidang istimewa yang terus digelar, dan itu adalah revolusi konstitusional. Nggak usah lama-lama menunggu, mungkin dalam waktu satu dua minggu kedepan ini kita harus, akan harus menghadapi situasi demikian.”

Ia juga mengucapkan rasa bangganya pada seluruh ulama di Indonesia yang berhasil membangun kebersamaan dan solidaritas jutaan umat muslim untuk bersama mendesak penegakan hukum terkait dugaan penistaan agama yang dilakukan oleh Ahok.

“Kita terimakasih pada para ulama yang begitu hebat sehingga mampu mengumpulkan dua juta lebih, ini luar biasanya Almaidah 51.”

Salah satu tokoh pergerakan era 80-an ini berharap mahasiswa dan seluruh masyarakat dapat berpartisipasi dalam memperjuangkan penegakan hukum di Indonesia, tidak membiarkan para ulama dan habaib berjuang sendiri.

“Saudara mahasiswa termasuk seluruh BEM seluruh Indonesia harus menyiapkan diri. Jangan biarkan ulama, para santri, habib-habib untuk jalan menempuh masalah politik ini. Karena mereka sudah dipagari sama polisi-polisi.”

“Mudah-mudahan Allah SWT memberi hidayah kepada kita untuk tidak takut membuka gerbang DPR/MPR, mendudukinya, seperti yang terjadi pada masa bung Karno kita dari ITB, UI dan lain-lain absen satu setengah tahun, satu setengah tahun kita tidak kuliah. Nah, ini anda diberi kesempatan sangat baik oleh Allah SWT, dalam waktu yang sebentar lagi itu dua tiga juta akan hadir, dan anda harus ikut, mahasiswa harus ikut, buruh harus ikut untuk menuju MPR, kita duduki DPR/MPR, kita gelar sidang istimewa MPR, kita paksa mereka untuk menjatuhkan rezim, menjatuhkan tiran ini,” tutupnya.

Berikut cuplikannya:

Laporan: Chienk