Jakarta, Aktual.com – Setelah beberapa waktu yang lalu Serikat Pekerja Pertamina Unit RU IV Cilacap melakukan demo penolakan atas kesepakatan Joint Venture (JV) Refinery Development Master Plan (RDMP) kilang Cilacap, Federasi Serikat Pekerja Pertamina Bersatu (FSPPB) berencana menyurati rekanan Pertamina (Saudi Aramco) untuk membatalkan kerjasama tersebut.
Presiden FSPPB, Noviandri mengatakan, dengan inisiatif dan desakan semacam itu, dia yakin Saudi Aramco akan mempertimbangkan keberlanjutan kerjasama itu.
“Kita para pekerja akan pressure dengan alasan operasional. Nanti kita akan sampaikan surat kepada Aramco bahwa kerjasama ini tidak didukung para pekerja yang ada disini. Karena kita tahu dari Aramco tidak terbiasa dimanapun dia berbisnis tidak mau ada ganguan dari pekerjanya. Ini yang akan kita lakukan,” katanya di Jakarta, Rabu (28/12).
Adapun penolakan ini sendiri dikarenakan FSPPB merasa kerjasama ini akan mengakibatkan kerugian bagi negara. Pertama ujarnya, Pertamina akan kehilangan aset karena JV tersebut dilakukan pada kilang yang sudah existing.
“Dengam pelaksanaan JV tersebut, aset Pertamina yang sudah existing akan hilang karena berbagi dengan ivestor lain,” ujarnya.
Kemudian, JV tersebut tidak punya masa terminasi (masa habis waktu), sehingga rekanan akan terus menerima hasil selama-lamanya selagi kilang tersebut beroperasi. Diketahui dalam perjanjian itu, Pertamina memiliki prosentase saham sebesar 55 persen, sedangkan Saudi Aramco sebesar 45 persen.
“Kami paham bahwa banyak kegiatan hulu Pertamina menggunakan JV, tapi ada batas waktunya, setelah terminasi, kembali menjadi milik negara. Kalau kita teruskan JV ini, maka mengadaikan kedaulatan negara ini,” tukasnya.
Untuk diketahui, Direksi Pertamina sudah menanda tangani JV RDMP Cilacap untuk meningkatkan kapasitas kilang saat ini sebesar 348.000 barel perhari ( Bph) menjadi 400.00 Bph dengan peningkatan Nelson Complexity Index (NCI) mencapai 9, 4 dari angka 4. Proyek ini juga akan menghasilkan BBM standar Euro 5 dengan total nilai investasi sekitar USD 5 miliar.
(Laporan: Dadangsah Dapunta)
Artikel ini ditulis oleh:
Dadangsah Dapunta
Eka