Jakarta, Aktual.com — Rencana pemerintah untuk bergabung dalam Kemitraan Trans Pasifik atau Trans Pacific Partnership (TPP) perlu dipelajari secara menyeluruh mengingat konsep kerja sama tersebut terkait erat dengan skema mata rantai pasokan global atau global value chain (GVC).

“Perdagangan akan meninggalkan konsep lama, memasuki ranah yang berbeda dari dua dekade lalu. Kita perlu pelajari TPP secara menyeluruh, karena TPP sangat berkaitan dengan mata rantai pasokan global atau global value chain (GVC),” kata Ketua Yayasan Forum Pengkajian Kebijakan Perdagangan atau Trade Policy Forum (TRAP), Hatanto Reksodipoetro, dalam dialog dengan wartawan di Jakarta, Rabu (25/11).

Hatanto mengatakan, terkait dengan rencana pemerintah untuk bergabung dengan TPP tersebut, dirinya mengatakan bahwa dalam perkembangan selama dua dekade terakhir, global value chain menjadi salah satu kunci dalam perdagangan dunia.

Peran dari perusahaan multinasional tidak lagi membangun keseluruhan industri dalam satu negara, akan tetapi tersebar di beberapa negara.

“Jadi dengan persaingan yang begitu ketat, membuat perusahaan-perusahaan multinasional mencari sumber di berbagai negara. Dengan adanya GVC, tidak bisa lagi terkotak-kotak, dimana suatu negara hanya mau ekspor dan tidak impor,” kata Hatanto.

Hatanto menambahkan, sesungguhnya TPP merupakan bentuk kerja sama yang bagus jika dilihat dari kacamata multilateral, karena merupakan tempat untuk berkumpulnya negara-negara maju dan hal tersebut merupakan suatu hal yang diimpikan oleh Indonesia.

“Jika Indonesia mampu, maka itu suatu terobosan untuk ikut dalam TPP,” ujar Hatanto.

Dalam kesempatan tersebut, Ketua Dewan Pengawas TRAP, Gusmardi Bustami, mengatakan bahwa pemerintah perlu melakukan pengkajian ulang untuk bergabung dengan TPP. Karena jika dilihat dari kerjasama perdagangan, dari 12 negara yang masuk dalam TPP itu, tujuh negara sudah memiliki kesepakatan dengan Indonesia.

“Sebanyak tujuh dari 12 negara yang tergabung dalam TPP sudah memiliki ikatan dengan Indonesia, khususnya untuk kerja sama perdagangan,” kata Gusmardi.

Menurut Gusmardi, pemerintah perlu melihat secara keseluruhan terkait rencana untuk bergabung tersebut. Dilihat dari sisi perdagangan, khususnya jika Indonesia bergabung ke dalam TPP, Gusmardi mengatakan bahwa tidak akan ada perubahan yang cukup signifikan.

“Saya yakin tidak ada perubahan besar-besaran jika kita bergabung di TPP,” ujar Gusmardi.

Draft perjanjian TPP terdiri dari 30 bab dan sejumlah dokumen kesepahaman bilateral diantara anggotanya. TPP bukan hanya mencakup kesepakatan pembukaan akses pasar untuk barang, jasa, dan investasi akan tetapi juga kerja sama di bidang lain yang mengikat seperti bidang belanja pemerintah, Hak Kekayaan Intelektual (HaKI), persaingan usaha, koherensi peraturan perundangan, e-commerce, lingkungan, tenaga kerja dan bidang lainnya.

TPP adalah Kemitraan Trans Pasifik, sebuah blok yang bukan hanya mengatur perdagangan dan jasa. TPP memiliki 12 anggota seperti Kanada, Australia, Jepang, Selandia Baru, Meksiko, Chile, Peru, serta empat negara Asia Tenggara, Malaysia, Singapura, Brunei dan Vietnam.

Jika dilihat kebelakang, Indonesia sama sekali belum pernah terlibat dalam pembahasan rancangan kerja sama yang memiliki standar sangat tinggi tersebut. Hal itu, menyebabkan sedikit keresahan karena kerja sama yang dimotori AS itu dinilai tidak sesuai dengan kepentingan Indonesia dan dalam perancangannya sangat tertutup.

Artikel ini ditulis oleh:

Arbie Marwan