Petugas Bank Mandiri menunjukkan pecahan uang rupiah dan dollar Amerika Serikat di Jakarta, Jumat (18/3). Nilai tukar rupiah melanjutkan penguatannya dengan terapresiasi 0,27 persen atau 35 poin ke level Rp13.040 per dolar AS pada pembukaan perdagangan Jumat (18/3). ANTARA FOTO/Widodo S. Jusuf/nz/16.

Jakarta, Aktual.com – Bank Indonesia memprediksi sentimen global saat ini, seperti isu keluarnya Inggris dari Uni Eropa (Brexit) dan ketidakpastian suku bunga AS (Fed Fund Rate) akan dapat melemahkan nilai tukar rupiah.

Sehingga bagi korporasi yang melakukan transaksi valuta asing (valas) diminta untuk lebih waspada, termasuk perbankan syariah.

“Saat ini, growth-nya lumayan tinggi dibanding perbankan konvensional. Meskipun market share-nya masih kecil. Tapi exposure terhadap aset valas dan transaksinya terus meningkat. Maka perlu ada mitigasi risiko,” jelas Deputi Bank Indonesia, Hendar di Jakarta, Jumat (17/6).

Menurut data yang dikumpulkan BI, transaksi valas yang dilakukan industri keuangan syariah mencapai Rp14 triliun per bulan.

Untuk itu, BI mengeluarkan Peraturan BI (PBI) No. 18/2/2016 tentang Transaksi Lindung Nilai Berdasarkan Prinsip Syariah pada tanggal 26 Februari 2016 lalu. Dan kemudian diterbitkan Surat Edaran (SE) ekstern BI terkait repo syariah No. 18/11/DEKS tanggal 12 Mei 2016 sebagai petunjuk teknis pelaksanaan PBI itu.

“PBI itu berlaku sejak Mei. Saat ini perlu kita sosialisasi. Sehingga perbankan syariah memahami bagaimana mitigasi risiko dalam transaksi valas itu,” tegas dia

Apalagi memang, kondisi keuangan global saat ini memiliki risiko terhadap stabilitas nilai tukar masih tetap tinggi. Dua risiko yang sekarang di depan mata adalah isu Brexit dan kenaian Fed Fund Rate.

“Memang Fed fund rate itu tidak dalam waktu dekat ini. Tapi Brexit itu bisa terjadi dalam waktu dekat, kemungkinan 23 Juli 2016 ini. Jadi ada risiko yang bisa membawa pergerakan nilai tukar yang mengarah kurang menguntungkan bagi kita, sehingga perlu ada mitigasi dengan hedging,” papar dia.

Selama ini, ketentuan hedging hanya ada di perbankan konvensional. Dalam ketentua itu diatur bagi perusahaan yang punya net kewajiban valas dalam jagka waktu tertentu, tiga bulan harus hedging.

Jadi dalam waktu 3-6 bulan, maka valas-nya harus di-hedging 25%. Dan mereka juga wajib mitigasi risiko likuiditas minimum 70%. Dan bagi peminjam baru wajib punya rating di level BB-.

“Itu susah berjalan (di perbankan konvensional). Nah yang syariahnya belum ada. Sehingga dengan ketentuan ini jadi ada instrument yang melengkapi,” jelas dia.

Artikel ini ditulis oleh:

Eka