Jakarta, Aktual.co — Anggota Tim Reformasi Tata Kelola Migas (TRTKM) Fahmi Radhi mengatakan bahwa dalam kajiannya, kewenangan Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) sangatlah besar. Untuk itu ia menyarankan agar kewenangan tersebut dapat dipersempit.

“Kewenangan SKK Migas saat ini begitu besar. Dia punya kewenangan di regulasi, kewenangan pengawasan, sekaligus di bisnis,” kata Fahmi di Jakarta, Rabu (25/01).

Menurutnya, pembatasan kewenangan SKK Migas bisa dilakukan melalui revisi UU Migas. “Undang-undangnya harus diubah. Regulasi sebaiknya diserahkan kembali ke Kementerian ESDM,” ujarnya.

Selain itu, Fahmi juga mengusulkan agar pola hubungan SKK Migas dengan para kontraktor kontrak kerjasama (KKKS) dalam bentuk business to business (B to B), bukan seperti saat ini yang bersifat government to business (G to B). Sehingga potensi kerugian negara dapat dihilangkan.

“Pola government to business akan berbahaya bagi negara karena jika KKKS mengajukan perkara ke pengadilan arbitrase internasional dan menang, maka aset negara yang disita. Ini berbahaya bagi negara,” terangnya.

Ia menambahkan, bentuk badan SKK Migas harus diubah menjadi berbentuk BUMN khusus yang memiliki kewenangan hanya untuk menyediakan lokasi lapangan migas kepada KKKS, dengan Pertamina yang paling diprioritaskan.

“Dalam menentukan siapa kontraktor, kami usulkan agar Pertamina diprioritaskan. Jika Pertamina tidak mampu, baru diajukan ke yang lain,” tambahnya.

Lebih lanjut, Fahmi menjelaskan, SKK Migas sepatutnya dapat menghidupi diri sendiri melalui fee hasil dari penyediaan lahan, tanpa perlu digelontori dana oleh Pemerintah.

“SKK Migas melakukan service dan penghasilan utamanya dari fee, dia tidak melakukan penjualan (migas),” tutup dia.

Artikel ini ditulis oleh: