Jakarta, Aktual.com — Analis Asosiasi Ekonomi Politik Indonesia (AEPI) Kusfiardi menilai adanya kejanggalan dari audit forensik yang dilakukan PT Pertamina (Persero) terhadap anak usahanya PT Pertamina Energy Trading Ltd (Petral) beserta entitasnya (Petral Group). Terlebih audit tersebut dilakukan oleh auditor Internasional asal Australia yakni Kordamentha, bukan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI.
Hal itu dinilai janggal lantaran BPK sendiri sebelumnya telah melakukan audit terhadap Petral dan diperoleh laporan hasil pemeriksaan ‘wajar’ dalam kegiatan pengadaan minyak mentah dan produksi kilang.
“Justru aneh, kalau BPK sudah audit investigatif, mengapa Kordamentha harus lakukan audit (forensik) lagi? Apa ga percaya sama audit BPK? Atau ada maksud terselubung lainnya?. Ada indikasi menyembunyikan informasi publik. Informasi yang disajikan juga normatif,” kata Kusfiardi di Jakarta, Sabtu (14/11).
Berdasarkan dokumen audit BPK terhadap Petral, Pertamina dan Petral/PES telah melaksanakan pengadaan minyak mentah dan produksi kilang secara wajar, minyak mentah yang diimpor telah menghasilkan yield yang optimal sesuai dengan kondisi kilang dan sesuai dengan UU Nomor 10 Tahun 1995, Permen BUMN No.Per-15/MBU/2012, Permen Keuangan No.154/PMK.03/2010, Kepmen ESDM No. 2576 K/12/MEM/2012 dan Surat Keputusan Kepala SKK Migas No. KEP-0131/BPO0000/2014/S2, serta ketentuan-ketentuan lainnya.
Selain itu, kata Kusfiardi, kejanggalan lainnya adalah masa audit yang terbatas hanya sejak periode 2012 sampai 2015, mengingat tengah mencuatnya isu mafia migas hingga wacana pembubaran Petral itu sendiri.
“Karena ada isu mafia migas dan penutupan Petral, periode audit pada tahun itu ya janggal. Kenapa tidak dari periode awal aja sekalian. Jadi ketahuan bagaimana kondisinya,” ujar dia.
Sebagai informasi, berdasarkan data yang diperoleh, diketahui Sudirman Said sewaktu menjabat VP Integrated Supply Chain (ISC), pada tahun 2009 dalam beberapa pengadaan (Minyak Mentah dan BBM) Sudirman diduga melakukan inefisiensi bahkan cenderung markup dan merugikan pertamina. Sudirman melakukan pembelian (Minyak Mentah dan BBM) dengan harga alfa (diluar MOPS) tertinggi hingga US$6,50/barel. Padahal pembelian sebelumnya tidak pernah mencapai angka setinggi itu (rata-rata US$3/barel). Sampai akhirnya ISC era Sudirman Said dilikuidasi (Maret 2009), dan harga alfa (dilluar MOPS) kembali ke angka kisaran US$3/barel.
Hal ini diketahui dalam beberapa Purchasing Order (PO) nomor 121/TOO300/2009-SO , tanggal 21 Januari 2009, Nilai alfa (diluar MOPS) US$6,50/barel, No PO 116/TOO300/2009-SO, nilai alfa (diluar MOPS) US$5,70/barel tertanggal 20 Januari 2009 dan PO 113/TOO300/2009-SO tertanggal 20 Januari 2009, seharga alfa (Diluar MOPS) US$5,95/barel. Semua dokumen tersebut ditandatangani oleh VP Procurement, Sales dan Market Analysis, Daniel Purba. Saat ini Daniel Purba pun menjabat sebagai VP ISC Pertamina.
“Data itu bisa diverifikasi dengan audit. Kalo oleh BPK namanya audit dengan tujuan tertentu,” tutup dia.
Artikel ini ditulis oleh:
Eka