Jakarta, Aktual.co — Terdakwa kasus korupsi proyek pembangunan pabrik vaksin flu burung untuk manusia di Kementerian Kesehatan (Kemenkes) pada 2008-2010, Tunggul Parningotan Sihombing, pertanyakan kinerja Badan Reserse Kriminal (Bareskrim) Mabes Polri dalam menangani perkara yang menjeratnya ke kursi pesakitan.
Dia menilai, seharusnya pihak Kepolisian bisa menyeret pelaku utama dalam kasus vaksin flu burung itu. Karena menurutnya, tidak mungkin seorang PNS Eselon III bisa mengatur proyek yang nilainya Rp1,4 triliun.
“Bahasa hukum, saya didakwa memperkaya diri sendiri, orang lain atau korporasi. Sekarang nggak ada perusahaan rekanan yang dijadikan terdakwa. Tidak mungkin anggaran sebesar itu hanya satu orang yang mengatur,” sesal Tunggul ketika berbincang dengan Aktual.co, Senin (11/5).
Lebih jauh disampaikan Tunggul, apa yang dia pertanyakan menurutnya bisa ditelisik dari nilai kerugian negara yang ditimbulkan akibat korupsi proyek tersebut. Dia berpendapat, kerugian negara yang melebihi nilai Rp700 miliar, semestinya bukan hanya dia yang bertanggung jawab.
“Kalau dibilang ‘mark up’ anggaran, nggak ada nama Nazaruddin, Departemen Kesehatan, DPR dan Departemen Keuangan. Tidak satu pun jadi tersangka,” pungkasnya.
Untuk diketahui, Tunggul yang dalam kasus pembangunan fasilitas, riset terpadu dan alih teknologi pembuat vaksin flu burung untuk manusia tahun anggaran 2008-2010, menjabat sebagai Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) tahap II, diduga melakukan perbuatan melanggar hukum.
Dalam surat dakwaan yang diterima Aktual.co, Tunggul didakwa telah menyalahgunakan wewenang sebagai PPK karena mengajak pihak perusahaan pemenang tender dalam menentukan Harga Perkiraan Sendiri (HPS) proyek pembangunan pabrik vaksin flu burung.
Berkas yang sama juga menyatakan, bahwa Tunggul didakwa melakukan penggelembungan dana sehingga merugikan negara lebih dari Rp700 juta.
Menurut Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), proyek pembangunan pabrik vaksin flu burung untuk manusia ini merupakan inisiatif dari PT Bio Farma. Sejak awal 2008, Bio Farma sudah melakukan upaya untuk bisa merealisasikan proyek tersebut.
Langkah-langkah yang dilakukan oleh Bio Farma antara lain adalah dengan bertemu dengan Nazaruddin. Pertemuan yang terjadi pada Januari 2008 itu, Nazaruddin menawarkan Bio Farma agar proyek tersebut dibahas oleh DPR.
Selain itu, dalam LHP BPK juga menyebutkan, bahwa Bio Farma juga sempat bertemu dengan Kepala Biro Perencanaan Anggaran Departemen Kesehatan pada 2008, Madiono. Langkah terakhir yang dilakukan Bio Farma adalah menemui Menteri Kesehatan saat itu, Siti Fadillah Supari.
Artikel ini ditulis oleh:
Nebby















