Tiga prinsip utama dalam skenario itu yakni empati atau kepedulian terhadap sesama yang menjadi pondasi dalam penanganan setiap krisis kemanusiaan, equity sebagai kesetaraan dan keadilan yang menjamin akses bagi seluruh warga tanpa diskriminasi dalam mendapatkan hak hidup sehat dan bahagia. Terakhir, episteme sebagai upaya pengetahuan ilmiah yang sangat dibutuhkan sebagai panduan dalam mengarungi ketidakpastian dan risiko pandemi.

Berdasarkan tiga prinsip ini, Aliansi Ilmuwan menekankan dua hal penting yang tidak hanya bertujuan untuk menyelesaikan pandemi COVID-19, tetapi juga untuk memperkuat kapasitas pemerintah dalam mengantisipasi pandemi di masa datang. Dua hal tersebut adalah peta jalan penyelesaian pandemi dan pembangunan tata kelola pandemi melalui pelembagaan badan pengendalian wabah penyakit.

Guru Besar Bidang Sosiologi Bencana dari Nanyang Technological University (NTU), Singapura Prof Sulfikar Amir membagi skenario penanggulangan situasi pandemi di Indonesia dalam tiga fase.

Fase pertama, fokus pada penekanan laju kasus, fase dua melalui upaya menstabilkan pandemi dan fase ketiga menormalkan situasi pandemi.

“Indonesia saat ini masih ada di fase satu. Target yang harus dilakukan adalah menurunkan laju penularan hingga di angka rata-rata di bawah 10 persen,” katanya.

Strategi pada fase satu, kata Sulfikar, adalah push and pull dengan fokus pada pembatasan sosial antarwilayah secara terpadu melalui pengembangan teknik pengendalian risiko di ruang publik dan strategi penguatan biosurveilans pada tingkat komunitas.

Sulfikar menilai penerapan platform tunggal PeduliLindungi merupakan strategi penguatan biosurveilans pada aktivitas publik di perkantoran, mall, restoran dan tempat lainnya. Aplikasi tersebut terkoneksi dengan pelacakan kasus di fasilitas pelayanan kesehatan dengan New All Record (NAR) sebagai sistem data yang tersentral.

Menurut Sulfikar indikator pencapaian yang dapat dimonitor pada fase satu di antaranya penurunan jumlah kasus harian, kematian, dan tingkat keterisian rumah sakit.

“Pada fase satu ini targetnya adalah kelompok rentan yang terdampak pembatasan sosial terkompensasi bantuan langsung tunai (voucher) dan pengeluaran individu rentan yang terdampak,” katanya.

Pada fase kedua, kata Sulfikar, laju penularan perlu ditekan hingga rata-rata angka positif berada di bawah 5 persen agar situasi dapat dikendalikan dan berada pada situasi yang stabil.

Strategi yang dapat ditempuh adalah pengembangan teknik pengendalian risiko di ruang publik melalui penurunan angka reproduksi (R0) di bawah 1 persen. “Strateginya meningkatkan partisipasi publik dalam penanganan pandemi secara terintegrasi. Pengembangan kapasitas mitigasi berbasis komunitas dan partisipasi publik dalam penanganan pandemi di tingkat komunitas,” katanya.

Artikel ini ditulis oleh:

Andy Abdul Hamid