Jakarta, Aktual.com – Komisi III DPR memberikan tenggat waktu hingga akhir tahun 2016 ini kepada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk menyelesaikan kasus pembelian lahan RS. Sumber Waras yang telah merugikan negara hingga Rp191 miliar.
Seperti diketahui, Kasus tersebut juga sempat menyeret Gubernur DKI Jakarta, Basuki Tjahaja Purnama (Ahok). Bahkan, KPK diisukan bakal memeriksa isteri calon petahana tersebut, Veronica Tan.
Anggota Komisi III DPR, Arsul Sani mengingatkan, agar KPK tegas dan tidak bermain politik. Jika KPK berkeyakinan tidak ada unsur melawan hukum dan merugikan negara, maka lembaga antirasuah tersebut harus bicara publik. Sehingga bisa dihentikan penyelidikan.
Namun, jika ada perbuatan melanggar hukum atau niat jahat, maka KPK harus membawanya ke ranah hukum.
“Kalau belum dihentikan berarti ada sesuatu yang masih didalami. Kita kasih waktu dua masa persidangan,” ujar Arsul di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (10/10).
Arsul pun membandingkan kasus Sumber Waras dengan kasus korupsi tukar guling lahan tempat pembuangan akhir Bokongsemar di Kota Tegal, Jawa Tengah. Dimana, kasus itu melibatkan mantan wali kota Tegal, Ikmal Jaya, yang divonis 5 tahun hukuman penjara.
“Itu mirip, cuma beda nya Ikmal itu tukar guling. Tapi prosedur semua dipenuhi ada DPRD-nya, appraisal-nya,” kata dia.
Arsul menjelaskan, hasil audit di Tegal mengatakan bahwa tanah 5 hektar yang dilepas Pemda ditukar dengan 14 hektar dengan nilai sebanding. Belakangan ada masyarakat melapor bahwa Pemerintah kota Tegal rugi, karena tanah yang lebih luas 14 hektar nilai pasar jauh lebih rendah.
“Harusnya Pemda masih dapat lagi kompensasi dalam bentuk uang. KPK penyelidikan, tunjuk appraisal baru dapat Rp8 miliar. Maka terjadi kerugian negara Rp8 miliar,” ungkapnya.
“Walikota ini juga enggak niat jahat, profesional aja. Ikmal juga enggak bisa di buktikan dapat sesuatu. Kan enggak punya niat jahat. Tapi kena kok akhirnya 5 tahun. Soal niat jahat, hakim yang dalami,” sambung Arsul.(Nailin In Saroh)
Artikel ini ditulis oleh:
Andy Abdul Hamid