Gedung baru Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (TIPIKOR) itu dilengkapi dengan 30 ruang sidang dengan fasilitas standar meski tidak semua dipakai untuk persidangan kasus tindak pidana korupsi. "Rencana pindahan di kantor baru mulai 16 November 2015.

Jakarta, Aktual.com – Jaksa Penuntut Umum (JPU) pada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dinilai mengabaikan sejumlah fakta persidangan dalam menyusun tuntutan pidana untuk terdakwa Gubernur Sultra nonaktif, Nur Alam. Salah satu yang dinilai diabaikan Jaksa, yakni penghitungan kerugian negara.

“Banyak ketidak-akuratan yang disajikan dalam laporannya yang terungkap di persidangan,” ujar Pengacara Nur Alam, Didi Supriyanto, di Pengadilan Tipikor, Jakarta Pusat, Kamis, (15/3).

Nur Alam diketahui dituntut pidana penjara selama 18 tahun lantaran dinilai telah merusak lingkungan yang berakibat negara dirugikan Rp 2,7 triliun. Nilai atas kerusakan lingkungan itu atas perhitungan Ahli, Basuki Wasis.

Didi menyanggah hal tersebut. Didi menyebut, laporan yang disajikan Basuki bertolak belakang dengan fakta sesungguhnya. Bahkan, sebut Didi, Basuki Wasis tak dapat mempertanggungjawabkan validitas laporannya. ‎

Selain itu menurut dia, bentuk ketidakakuratan lain ialah soal kerusakan tambang ketika masa tambang itu masih berlangsung karena diminta menghitung oleh KPK. Padahal, menurut aturan dan teorinya, penilaian itu dilakukan pada saat pasca tambang atau ketika masa tambang telah berakhir.

Atas laporan Basuki Wasis itu,‎Nur Alam telah menempuh jalur hukum dan memperkarakannya ke Pengadilan Negeri Cibinong dengan register perkara nomor 47/Pdt.G/2018/PN.Cbl. ‎Basuki Wasis sebelumnya juga pernah dituntut oleh seorang terdakwa terkait dengan hasil laporannya sebagai ahli yang salah.

“Hal ini semakin menunjukkan tidak kredibelnya ahli, namun tetap digunakan KPK,” ungkap Didi.

Artikel ini ditulis oleh:

Nebby