Jakarta, Aktual.co —  Kebijakan Pemerintah menurunkan harga BBM jenis premium dari Rp8.500 menjadi Rp7.600 per liter dinilai salah arah. Hal tersebut dikatakan oleh Pengamat Kebijakan Publik Agus Pambagio.

Menurutnya, Pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi) tidak belajar dari Pemerintahan sebelumnya saat masih dipimpin Susilo Bambang Yudhoyono (SBY). Kebijakan menurunkan harga BBM sebanyak tiga kali yang pernah dilakukan pemerintahan SBY itu dinilai banyak pihak sebagai kesalahan terbesar yang berujung pada pembebanan subsidi BBM di APBN yang jauh lebih besar.

“Pemeritah tidak belajar dari zaman SBY, saat ini situasi sudah baik, rakyat tidak komplain lagi dengan harga BBM tinggi. Sementara pemerintah dapat mengalokasikan kelebihan subsidi buat pembangunan infrastruktur,” kata Agus kepada wartawan, Jakarta, Senin (5/1).

Pasalnya, lanjut Agus, kebijakan menurunkan harga BBM pada umumnya tidak diikuti penurunan harga di sektor lain, seperti tarif transportasi, listrik dan harga pangan.

“Sebab itu, Pemerintah akan membebani rakyat jika sewaktu-waktu harga minyak dunia kembali naik,” tambahnya.

Agus pun dinilai Pemerintahan Jokowi hanya mementingkan popularitas semata dari kebijakan menurunkan harga BBM tersebut.

“Kalau cuma menginginkan popularitas, ikuti saja pemerintahan yang lalu. Penurunan harga BBM ini tidak akan berdampak apa-apa ke masyarakat, yang jelas rakyat rugi,” tandasnya.

Sementara itu, pengamat energi Indonesian Resources Studies (IRESS) Marwan  Batubara menyebut bahwa euforia rakyat terkait penurunan harga BBM harus diakhiri. Pasalnya rakyat harus disadarkan bahwa Pemerintahan Jokowi sudah pasang ‘Jebakan Batman’ karena kebijakan tersebut diiringi dengan penghapusan subsidi Premium.

“Rakyat harus siap-siap sengsara karena harga minyak rendah tidak pernah bertahan lama. Jika harga minyak dunia kembali ke $90-100/barel, karena subsidi sudah dicabut, maka harga premium akan naik menjadi Rp10.500-11.000 per liter,” ujarnya.

Artikel ini ditulis oleh:

Eka