Twitter menghapus satu cuitan Mahathir Mohamad yang ditenggarai sebagai sesuatu yang mendorong kekerasan. Cuitan yang dipublikasikan pada Kamis (29/10) lalu, ditulis Mahathir beberapa jam setelah aksi kekerasan yang menewaskan 3 orang di wilayah Nice, Prancis.
Cuitan tersebut bahkan sudah berganti sebuah pesan: “Tweet ini melanggar Peraturan Twitter”.
Mahathir mengatakan kaum Muslim memiliki hak untuk menghukum Prancis atas pembantaian masa lalu, namum kaum Muslim enggan melakukan pembalasan dengan cara ini.
“Muslim memiliki hak untuk marah dan membunuh jutaan orang Prancis atas pembantaian di masa lalu. Tapi pada umumnya, umat Islam belum menerapkan hukum ‘mata ganti mata’. Muslim tidak mau. Orang Prancis semestinya juga tidak boleh begitu. Sebaliknya, orang Prancis seharusnya mengajari masyarakatnya untuk menghormati perasaan orang lain,” tulis Mahathir di akun twitternya.
“Karena Anda telah menyalahkan semua orang Muslim dan Islam atas apa yang dilakukan oleh satu orang yang marah, Muslim berhak untuk menghukum Prancis. Boikot bahkan tidak bisa mengkompensasi kesalahan yang dilakukan oleh Prancis selama ini,” tambahnya dalam cuitan yang ditujukan kepada Presiden Prancis Emmanuel Macron.
Dalam unggahan tersebut, Mahathir sempat menggambarkan Macron sebagai orang yang ‘tidak beradab’ dan ‘primitif’ karena tampak menyalahkan Islam dan pengikutnya setelah seorang guru dibunuh di Paris lantaran menggunakan kartun yang menggambarkan Nabi Muhammad sebagai bahan pengajaran di kelasnya.
“Tapi mereka tidak boleh menunjukkan rasa tidak hormat pada nilai-nilai orang lain, untuk agama orang lain (Islam). Ini adalah ukuran bagi tingkat peradaban mereka dalam menunjukkan rasa hormat,” tulisnya.
Menteri Junior Prancis Urusan Dunia Digital Cédric O mengatakan dia telah berbicara dengan Kepala Perwakilan Twitter di Prancis untuk segera menangguhkan akun resmi Mahathir.
“Jika tidak dilakukan, Twitter akan menjadi kaki tangan pembunuhan,” cuitnya. (The Star)
Artikel ini ditulis oleh:
Megel Jekson