Jakarta, Aktual.com – Twitter mengatakan bahwa peretas mengunduh informasi delapan akun yang menjadi korban dalam peretasan sistemnya pada Rabu lalu (15/7), Reuters melaporkan, Sabtu(18/7).

Twitter mengatakan tidak satu pun dari delapan akun tersebut adalah akun terverifikasi. Perusahaan media sosial tersebut mengatakan para peretas menargetkan 130 akun, dan dapat mengatur ulang kata sandi untuk mengendalikan 45 akun dan mencuit dari akun-akun tersebut.

Peretas mengakses sistem internal Twitter untuk membajak sejumlah akun tokoh ternama di platform tersebut, termasuk kandidat presiden AS Joe Biden, bintang reality show Kim Kardashian, presiden AS ke-44 Barack Obama dan miliarder Elon Musk, menggunakan akun mereka untuk meminta mata uang digital (bitcoin).

Catatan blockchain yang tersedia untuk umum menunjukkan bahwa para penipu menerima mata uang kripto senilai lebih dari 100.000 dolar AS (sekitar Rp1,47 miliar).

Dalam serangan yang terjadi pada hari itu, Twitter mengatakan peretas dapat melihat informasi pribadi termasuk alamat email dan nomor telepon dari 130 akun yang ditargetkan, tetapi tidak dapat melihat kata sandi akun sebelumnya.

“Dalam kasus di mana akun diambil alih oleh peretas, mereka mungkin dapat melihat informasi tambahan,” kata Twitter dalam keterangan tertulis kepada Reuters, tanpa menyebutkan jenis informasi yang diakses.

Peretas mungkin juga berusaha menjual nama pengguna dari beberapa akun.

Di antara akun yang diretas, termasuk milik rapper Kanye West, pendiri Amazon.com Jeff Bezos, investor Warren Buffet, pendiri Microsoft Corp Bill Gates dan akun perusahaan Uber dan Apple.

Dalam pernyataan terbarunya, Twitter mengatakan peretas “memanipulasi sejumlah kecil karyawan” untuk mendapatkan akses ke alat pendukung internal yang digunakan dalam peretasan.

Twitter mengatakan menahan beberapa rincian serangan sambil melanjutkan penyelidikan dan menegaskan bahwa pihaknya bekerja sama dengan pemilik akun yang terkena dampak peretasan.

Divisi FBI di San Francisco memimpin penyelidikan peretasan tersebut. Sebagian besar anggota parlemen Washington juga mempertanyakan bagaimana hal itu terjadi.(Antara)

Artikel ini ditulis oleh:

Antara
Warto'i