Jakarta, Aktual.com – Sidang perkara keterangan palsu Akta Notaris Nomor 3/18 November 2005 kembali digelar untuk ke 16 kalinya di Pengadilan Negeri (PN) Bandung, Jawa Barat, Selasa (12/12).

Sidang kali ini mengagendakan mendengar keterangan saksi Resnizar Anasrul sebagai Notaris yang ditunjuk membuat Akta Nomor 3/18 November 2005 berisi dugaan keterangan palsu oleh para terdakwa yaitu Edward Soeryadjaya, Maria Goretti Pattiwael dan Gustav Pattipeilohy sebagai bagian pengurus Perkumpulan Lyceum Kristen (PLK).

Dalam persidangan, Resnizar mengungkapkan bahwa dirinya hanya diminta untuk membuat Akta Notaris Nomor 3/18 November 2005, namun tidak pernah dijelaskan secara rinci mengenai latar belakang organisasi PLK.

“Saya hanya diminta membuat Akta Notaris berdasarkan keterangan dari para terdakwa di Hotel Sheraton Bandung untuk melakukan perubahan pengurus,” ujar Resnizar kepada wartawan di Jakarta, Selasa (12/12).

Guna diketahui, Edward Soeryadjaya, Maria Goretti dan Gustav Pattipeilohy telah menjadi terdakwa keterangan palsu Akta Notaris Nomor 3/18 November 2005. Mereka bertindak atas nama organisasi PLK untuk mengklaim aset nasionalisasi SMAK Dago.

Dalam usahanya mengklaim SMAK Dago, PLK mengaku dalam Akts Notaris Nomor 3/18 November 2005 sebagai penerus HCL yang sebelumnya adalah sebagai pemilik aset.

Menyikapi itu, Resnizar menjelaskan, ketika diminta membuat Akta Notaris Nomor 3/18 November 2005, juga tidak pernah ditunjukkan tentang dokumen resmi menjelaskan hubungan antara PLK dan HCL.

“Saya memang hadir dalam rapat perubahan pengurus PLK. Setelah itu risalah rapat dibawa ke kantor saya untuk pembuatan Akta Notaris. Namun saya tidak pernah diperlihatkan dokumen hukum tentang PLK dan HCL,” kata Resnizar.

Hingga sidang ke 16 kalinya, hanya terdakwa Gustav Pattipeilohy yang kembali tampak hadir. Sedangkan dua terdakwa lain, Edward Soeryadjaya dan Maria Goretti, kembali tidak hadir.

Keduanya menurut Kuass Hukum dalam kondisi sakit. Namun belum lama ini Kejaksaan Agung berhasil menahan Edward Soeryadjaya dengan dugaan korupsi dana pensiun PT Pertamina (Persero) yang merugikan negara Rp 1,4 triliun.

Artikel ini ditulis oleh:

Eka