Jakarta, Aktual.com — Munculnya nama-nama perusahaan yang dekat dengan kekuasaan sebagai penerima kredit bank BUMN dari hasil utangan China Development Bank (CDB) dianggap masih mempraktikan budaya lama.
Menurut Direktur Centre for Budget Analysis (CBA), Uchok Sky Khadafi, praktik seperti ini mestinya bisa diubah di era keterbukaan seperti saat ini.
“Memang selama ini, bank plat merah, terutama BRI dan Bank Mandiri, selalu memberikan pinjaman kepada pengusaha yang dekat dengan orang orang yang berkuasa,” ujar Uchok kepada Aktual.com, Rabu (16/3).
Kondisi ini sangat bertolak belakang bagi pengusaha yang tidak dekat dengan pengusaha, tapi membutuhkan dana, biasanya akan sangat dipersulit.
“Perusahaan seperti itu pasti diabaikan, kalau tidak punya agunan atau jaminan yang besar,” tandas dia.
Menurutnya, perilaku bank seperti itu sangat tidak mencerminkan aspek kehati-hatian, tapi hanya mengandalkan kedekatan dengan pihak penguasa saja.
“Karena faktanya, bagi perusahaan yang dekat dengan kekuasaan, pengusaha itu dilayanani seperti raja, dan sangat berlebihan, walaupun tidak ada jaminan atau agunan apapun,” tuding Uchok.
Apalagi dana yang dipinjamkan ke debitur seperti itu berasal dari pinjaman bank asing asal China, CDB, tentu risikonya itu sangat besar.
“Akibatnya, akan terjadi kredit macet dalam jumlah besar dan berpotensi merugikan nasabah lainnya. Bahkan bank tersebut bisa saja mengalami kebangkrutan,” tandasnya
Jika begitu, sudah dapat dananya dari utangan CDB ditambah dikucurkan ke debitur yang dekat penguasa, berarti sama saja dengan uang nasabah lain dan aset bank BUMN itu sudah “tergadaikan” ke bank China tersebut.
“Karena dengan dikucurkan ke pengusaha atau perusahaan yang dekat dengan kekuasaan, maka akan susah menagihnya. Ini benar-benar indikasi menuju kebangkrutan,” tegas Uchok.
Seperti diketahui, beberapa bank BUMN antara lain BRI dan Mandiri mendapat pinjaman dari CDB sebesar masing-masing USD1 miliar. Namun anehnya dana pinjaman itu dengan cepat sudah tersalurkan semua.
Belakangan baru diketahui pihak yang mendapat kucuran kredit adalah perusahaan-perusahaan milik Wakil Presiden Jusuf Kalla (JK), perusahaan milik konglomerat Arifin Panigoro dan perusahaan kertas milik taipan China Eka Tjipta di beberapa anak perusahaan di bawah Asia Pulp and Paper (APP).
Artikel ini ditulis oleh:
Eka