Wakil Menteri Pertanian RI, Harvick Hasnul Qolbi saat memberikan sambutan usai menghadiri pelantikan pengurus DPD Pemuda Tani HKTI Aceh dan Vaksin Tani se-Aceh di Kawasan Perkebunan Kurma Barbate, Aceh Besar pada Rabu (8/9). (Foto: Hilmi/Aktual)
Wakil Menteri Pertanian RI, Harvick Hasnul Qolbi saat memberikan sambutan usai menghadiri pelantikan pengurus DPD Pemuda Tani HKTI Aceh dan Vaksin Tani se-Aceh di Kawasan Perkebunan Kurma Barbate, Aceh Besar pada Rabu (8/9/2021). (Foto: Hilmi/Aktual)

Dalam sebuah reportase yang diulas oleh Media Indonesia, Presiden Joko Widodo mendorong Kementerian Pertanian untuk terus menjalankan program-program yang bisa menarik minat kaum milenial untuk masuk ke sektor agrikultur. Dalam hitung-hitungan statistik, upaya tersebut memang harus dilakukan mengingat regenerasi petani di Indonesia dinilai sangat lambat. Saat ini, sebanyak 71% petani berusia lebih dari 45 tahun, dan hanya 29% yang di bawah 45 tahun.

Presiden berharap, profesi petani akan menjadi profesi yang menjanjikan dan mengdatangkan kesejahteraan. Oleh karena itu, beliau memberikan apresiasi kepada Kementerian Pertanian atas upaya yang dilakukan untuk terus memberikan stimulan dan pelatihan kepada milenial tentang pertanian.

Melalui program tersebut, para agropreneur milenial tidak hanya diajarkan cara bercocok tanam, tetapi juga bagaimana mengolah hasil panen menjadi produk unggulan yang disukai pasar. Beliau juga berpesan agar program tersebut tidak hanya membantu dari sisi teknis lapangan saja, tetapi juga menolong pengusaha muda untuk bisa mengakses KUR dari perbankan.

Gayung bersambut, Wakil Menteri Pertanian (Wamentan), Harvick Hasnul Qolbi kerap menyampaikan bahwa ada dua hal penting untuk mendorong generasi muda tertarik dan memulai bisnis di sektor pertanian, yaitu trust dan income.

Trust adalah tentang keterbukaan pemerintah dan komunikasi yang baik dengan masyarakat. Hal itu berkaitan dengan ruang lingkup pertanian yang mudah diakses, seperti pengadaan benih, pupuk, proses tanam, distribusi, teknologi pertanian dan sebagainya.

Sampai saat ini penyaluran kredit usaha rakyat (KUR) sektor pertanian sudah mencapai Rp 43,6 triliun atau 62,3 persen dari target Rp 70 triliun pada 2021. Ia juga meminta agar sektor perbankan mempermudah akses permodalan. Hal ini untuk membantu anak-anak muda yang ingin menekuni bisnis pertanian.

Lalu income, adalah spesifik tentang kepastian dan jaminan akan penghasilan. Bahwa menekuni bisnis pertanian adalah sesuatu yang menjanjikan dan potensial untuk kesejahteraan. Artinya, jika dua hal di atas dipenuhi, insyaallah minat generasi muda untuk bertani akan semakin tinggi.

Oleh karena itu Uda Harvick selaku Wakil Menteri Pertanian RI tak henti-hentinya melakukan sosialisasi dan kunjungan dengan target sasaran spesifik adalah kaum muda. Ia juga sangat membuka diri dan menyediakan waktu bagi para petani muda untuk sekadar sharing dan berbagi pengetahuan tentang bisnis di bidang pertanian. Baik itu untuk on farm (budidaya) maupun off farm sebagai project pascapanen. Ia sering mendorong kaum muda untuk tidak hanya fokus di hulu, namun juga di hilir, yakni sampai produk tersebut menjadi produk meja dengan berbagai inovasi packaging dan marketingnya.

Semangat ini, dalam pengamatan kami menggelinding bagai bola salju. Setiap hari berbagai komunitas dan pengusaha muda di bidang pertanian, peternakan, dan perkebunan, menggelar audiensi dan pertemuan dengan Uda Harvick. Mereka kerap berkomentar, dengan latar belakang Uda Harvick yang berasal dari dunia usaha, maka diskusinya nyambung dan kerap diberikan solusi yang relevan.

Sebagaimana kita paham bahwa permasalahan general soal pertanian adalah lahan, modal, dan pasar. Maka dengan sinergitas yang baik antara pelaku usaha tani dan pemerintah ini, insyaallah permasalahan-permasalahan di lapangan akan dapat teratasi. Uda Harvick juga kerap berpesan bahwa pemerintah harus terus stand by dan menyediakan waktu agar generasi muda punya minat yang besar di bidang pertanian. Pantaslah kalau kaum muda menjuluki beliau; BAPAK PETANI MILENIAL.

Ditulis Oleh:

Muhammad Faruki

(Alumni Sekolah Pascasarjana Universitas Shandong, Tiongkok)

Artikel ini ditulis oleh:

A. Hilmi