“Permen harus melarang trader non-pipa untuk masuk di bisnis gas. Permen juga harus mewajibkan setiap trader membangun pipa degan panjang tertentu,” tegasnya.
Selain itu, pemerintah juga harus mampu mendorong integrasi infrastruktur antara PT PGN dengan Pertagas. Integrasi ini diyakini akan membuat efisiensi yang sangat signifikan.
“Pemerintah juga harus mendorong integrasi antara Pertagas dan PGN dalam membangun pipa. Tidak tumpang tindih seperti sekarang. Kalau integrasi tersebut berhasil, akan ada tambahan pipa yang dibutuhkan untuk distribusi gas dengan harga yang lebih murah,” tandasnya.
Sebelum permasalahan ini menjadi perhatian serius Dirjen Migas Kementerian ESDM, I Gusti Ngurah Wiratmaja. Menurut dia, penambahan biaya distribusi sudah diluar kewajaran.
Sebagai contoh, harga di hulu migas hanya USD 6 per MMBTU, namun di konsumen akhir bisa mencapai USD 14 per MMBTU.
“Padahal jaraknya hanya 20 sekian kilometer. Jadi artinya ada transaksi yang berlapis-lapis. Satu lapis mengambil keuntungan, satu lapis ambil keuntungan. Ini yang kita tata supaya ke depan ada regulated margin,” papar Wirat.
Dia merasa heran, dia membandingkan pembangunan infrastruktur di hulu menghabiskan investasi yang signifikan besar dibanding membangun infrastruktur distribusi, namun malah biaya distribusi mengambil margin hingga melebihi margin di hulu.
“Cuma membangun pipa, mengambil keuntungannya jangan banyak-banyaklah. Ini yang marginnya kita tata supaya harga gas di hilir lebih fair untuk pengguna,” tandas Wirat.
(Laporan: Dadangsah Dapunta)
Artikel ini ditulis oleh:
Dadangsah Dapunta
Eka