Jakarta, Aktual.com – Menteri BUMN Rini Soemarno terus bernafsu untuk melakukan kebijakan holding BUMN. Sebelumnya sudah ada holding BUMN tambang, kini syahwat Rini masih tinggi untuk melakukan holding BUMN migas dan holding BUMN keuangan. Namun masalahnya, holding BUMN justru tak menguntungkan sama sekali. Bahkan terkesan buang-buang waktu dan bahkan tak menyelesaikan masalah yang dihadapi.
“Seperti di holding BUMN keuangan. Apakah jika empat bank BUMN itu diholding menyelesaikan masalah? Enggak. Itu hanya buang-buang waktu saja. Makanya saya dari dulu menolak kebijakan holding BUMN ini,” kata ekonom dari Universitas Gadjah Mada (UGM), Tony Prasetyantono di acara Sarasehan 100 Ekonom Indonesia, di Jakarta, Selasa (12/12).
Dia lebih sepakat, jika bank-bank BUMN itu dilakukan merger karena akan lebih kuat dan bisa bersaing dengan bank-bank besar lain di Asia Tenggara.
“Saat ini, bank kita sebanyak 118 bank, mestinya kalau ada merger bisa lebih sedikit menjadi 50 bank lebih masuk akal. Dan bank-bank kecil bisa dilebur. Tapi bukan konsep holding BUMN keuangan (bank) seperti yang diinginkan Rini,” kecam dia.
Baginya, kebijakan holding BUMN itu hanya sifatnya sementara. Karena jika tetap ngotot untuk holding, itu tak terjadi penyatuan antara lembaga-lembaga, tapi kalau merger akan lebih solid.
“Sudah tak menyatu dan akan buang-buang waktu. Untuk itu, yang pas itu merger, sehingga solid dan kuat. Dan statusnya tetap sebagai BUMN,” kata dia.
Lebih lanjut dia menegaakan, sejauh ini masalah utama perbankan adalah teknologi. Sementara teknologi bukan sesuatu yang murah, butuh banyak investasi. Makanya untuk mencapai teknologi yang bagus harus ada konsolidasi perbankan melalui merger.
“Di era digitalisasi ini, bank terus penetrasi di sektor teknologi. Namun terkadang kendala dengan investasi, makanya butuh konsolidasi lebih kuat lagi,” ungkap Tony.
(Reporter: Busthomi)
Artikel ini ditulis oleh:
Eka