Jakarta, Aktual.com – Mantan Tim Reformasi dan Tata Kelola Migas, sekaligus Pengamat Ekonomi dan Energi dari UGM, Fahmy Radhi melihat langkah yang diambil pemerintah Indonesia untuk keluar dati keanggotaan Organisasi Negara-negara Pengekspor Minyak Bumi (OPEC/ Organization of the Petroleum Exporting Countries) tidak menyebabkan efek negatif kepada industri migas nasional.
Bahkan sesungguhnya dia mengaku sejak awal tidak setuju ketika Indonesia bergabung dengan OPEC pada 2016 silam. Dia mengatakan bahwa Indonesia tidak relevan terikat dengan perjanjian tersebut mengingatkan saat ini Indonesia merupakan negara net importir minyak.
“Saya termasuk yang tidak setuju waktu SS (Sudirman Said) memutuskan masuk kembali ke OPEC. Pasalnya, Indonesia bukan lagi pengekspor minyak. Keluarnya Indonesia dari OPEC tidak berpengaruh terhadap prospek industri Migas,” katanya di Jakarta, Kamis (1/12).
Menurutnya, jika Indonesia tetap bertahan dalam OPEC, maka sama saja dengan menerima kerugian yang akan diderita bagi Indonesia akibat adanya kewajiban memangkas produksi.
“Tidak ada keuntungan, bahkan kerugian diperoleh dengan menjadi anggota OPEC. Kita terkena kewajiban pemotongan produksi yang merugikan. Diplomasi minyak murah tidak efektif dilakukan di OPEC. Lebih efektif dilakukan secara bilateral,” tandasnya.
Perlu diketahui, Indonesia memutuskan untuk membekukan sementara (temporary suspend) keanggotaan OPEC melalui persidangan OPEC ke 171 yang diselenggarakan di kota Wina negara Austria pada pada hari Rabu (30/11) waktu setempat.
Dengan pembekuan keanggotaan ini, Indonesia tercatat sudah dua kali membekukan keanggotaan di OPEC. Pembekuan pertama pada tahun 2008, efektif berlaku 2009. Indonesia memutuskan kembali aktif sebagai anggota OPEC pada awal 2016.
(Laporan: Dadangsah Dapunta)
Artikel ini ditulis oleh:
Dadangsah Dapunta
Eka