Jakarta, Aktual.com — Sejak Integrated Supply Chain (ISC) melakukan aktivitas jual beli minyak, pengamat energi Universitas Gagah Mada (UGM), Fahmi Radhi mencermati masih terjadi praktek mafia pada tubuh PT Pertamina (Persero).
Menurutnya, dari beberapa tender yang dilakukan, masih terjadi praktek tidak transparan dan tender tertutup. Kemudian dia juga tidak percaya terhadap audit internal Pertamina.
“ISC tidak lepas dari incaran para mafia, dari beberapa tender yang dilakukan masih ada tidak transparan, kadang-kadang keputusan yang tidak adil dan beberapa tender tertutup. Dari sisi pengawasan, audit internal pertamina tidak bisa dipercaya 100 perse, temuan BPK kemaren atas selisih penjualan solar bersunsidi, itu membuktikan mafia migas di pertamina masih banyak,” katanya di KAHMI Center Jakarta, Jumat (3/6).
Dia menegaskan Direktur Utama Pertamina, Dwi Sutjipto belum mampu membawa Pertamina lebih baik. “Direktur pertamina masih belum bisa mendorong ISC untuk transparan, mestinya sistem bidding itu kalau ada komitmen bisa dibuka siapa pemenangnya, bukan dengan akal-akalan, hari ini diumumkan besok diputuskan, itukan modus-modus untuk bisa melakukan penyelewengan,” pungkasnya.
Sebelumnya, ISC yang berada di bawah koordinasi PT Pertamina (Persero) diduga telah menyimpang dari prinsip transparansi dan efisiensi, hal ini terlihat dari siklus tender ISC untuk pengadaan West African Crude (WFC) sebesar 18 juta barel untuk periode penyerahan Juli 2016 sampai Desember 2016, digelar secara tertutup dan hanya mengundang 7 perusahaan dari 133 perusahaan terdaftar di ISC. Adapun pemenang ‘tender siluman’ itu yakni perusahaan trader Trafigura.
Berdasarkan data yang dimiliki Center of Energy and Resources Indonesia (CERI) untuk harga per barel WFC periode Juli adalah dengan Alpha +USD 4.05. Selanjutnya, periode Agustus adalah Alpha +USD4.09 per barel, September Alpha +USD 3.09, Oktober Alpha +USD 4.27 per barel. Sedangkan untuk periode November adalah Alpha +USD 4.45 per barel, dan Alpha +USD 4.46 per barel untuk periode Desember 2016.
Harga pengajuan trader tersebut tentu lebih mahal ketimbang harga yang ditawarkan produsen langsung yakni Nigerian National Petroleum Corporation (NNPC). Lagipula perusahaan Trafigura yang memasok WFC, saat ini diketahui tengah kena sanksi dari NNPC terkait temuan audit yang ditunjuk pemerintah Nigeria.
“Kenapa ISC lebih memilih Trafigura, padahal NNPC yang berstatus produsen, berstatus sebagai perusahaan yang terdaftar juga di ISC. Kalau bisa beli ke produsen langsung kenapa harus melalui trader,” jelas Direktur Eksekutif CERI, Yusri Usman, di Jakarta, Senin (2/5)
Menanggapi hal ini, Vice President Corporate Communication Pertamina Wianda Pusponegoro menepis dugaan permainan licik yang ada di internal ISC, dia menyampaikan tender pengadaan di ISC tak pernah digelar secara tertutup, dia mengaku selalu mengundang seluruh peserta tender.
“Semua pengumuman tender dapat dilihat di web Pertamina, dan perusahaan yang terdaftar mencapai 150, dimana dapat ikut tender sesuai kapabilitas masing-masing,” kata Wianda.
Namun sayangnya setelah ditelusuri portal milik Pertamina yang beralamat di www.pertamina.com, tidak ada pengumuman tentang dibukanya tender pengadaan WFC.
Pemberitahuan terakhir yang dipublikasikan oleh Pertamina yaitu pengumuman pembelian term minyak mentah melalui tender terbatas untuk periode Februari-Juni 2016, dengan batas waktu penyampaian penawaran Rabu 25 Nov 2015 dengan masa berlaku penawaran hingga Rabu 2 Desember 2015, Selebihnya, untuk pengadaan Juni 2016 dan seterusnya, tidak lagi diumumkan.
“Pelaksanaan tender WFC sudah digelar secara tergesa-gesa tanpa pengumuman di website Pertamina seperti yang diucapkan oleh Wianda,” jelanya.
Untuk diketahui, tender itu dilakukan pada 25 April 2016 dikirim pada malam hari dan undangan terbatas 7 peserta dan batas penawaran tanggal 27 April 2016 pukul 14.00 WIB. Adapun pemenangnya telah diumumkan pada 29 April 2016, sehingga tender ini diduga betul-betul siluman.
Namun jika dilihat dari pola bisnis ISC secara organisasi struktural, ia berada langsung di bawah kendali Dirut Pertamina, kondisi ini menempatkan ISC lebih cendrung eksklusif, yang mana hanya bisa diperintah oleh Dirut Pertamina.
“Sehingga kewenangan yang sangat luar biasa menyangkut perencanaan dan pelaksanaan tender sangat rentan disalahgunakan oleh Dirut Pertamina. Bisa-bisa dia memutuskan sendiri siapa rekanan terpilih untuk setiap pembelian minyak mentah dan BBM setiap tahunnya,” tandas Yusri.
Yusri menduga, adanya tokoh kuat yang berkembang bahwa adanya Wapres JK connection yang melakukan back up terhadap dirut Pertamina, Dwi Sutjipto melalui Erwin Aksa. Sehingga Dirut mendapat wewenang yang besar dalam struktur ISC.
Lalu siapakah Erwin Aksa? Erwin Aksa keponakan wapres Jusuf Kalla yang menjabat sebagai Direktur Utama Bosowa Corporation. Bosowa merupakan perusahaan yang dimiliki adik ipar Jusuf Kalla, yaitu Aksa Mahmud. Saat ini, Bosowa Corp mempunyai 10 unit bisnis, yakni otomotif, semen, logistik & transportasi, pertambangan, properti, jasa keuangan, infrastruktur, energi, pertambangan, media, dan multi bisnis.
Artikel ini ditulis oleh:
Dadangsah Dapunta
Arbie Marwan