Jakarta, Aktual.com – Polemik megaproyek reklamasi pantai utara Jakarta semakin memicu kegaduhan dalam berbagai aspek antara pihak Kementerian, masyarakat dan lembaga sosial-lingkungan, serta Pemerintah Provinsi DKI Jakarta.
“Pada akhirnya reklamasi Teluk Jakarta menimbulkan polemik yang multi dimensi, baik hukum, lingkungan maupun sosio-politik,” ujar Pakar Teknik Lingkungan UII Yogyakarta, Luqman Hakim, kepada Aktual, Jumat (3/3).
Ahok sebagai pemegang otoritas di DKI harusnya mengambil kebijakan yang bermanfaat bagi masyarakat luas, lingkungan serta kepentingan nasional, bukan justru masuk dalam pusaran konflik yang cenderung mementingkan kemauan investor.
Pihak Pemprov berdalih, reklamasi bertujuan memperbaiki kualitas lingkungan hidup masyarakat di teluk Jakarta lewat program penataan kembali pemukiman sebagai situs bersejarah. Padahal, apa yang terjadi saat ini area tersebut dijual oleh pengembang untuk hunian eksklusif baru dan jadi kawasan komersial.
“Bila hal ini dilakukan maka akan semakin memperburuk daya dukung lingkungan, peningkatan beban pencemaran, meningkatkan kemacetan lalu lintas serta menghambat aliran 13 sungai yang bermuara ke laut, sehingga memicu banjir,” papar Luqman.
Karenanya, ia menilai program Ahok dengan membuat kanal atau pelurusan sungai tidak akan pernah efektif mengatasi banjir di ibukota.
Pengendalian banjir baru akan efektif bila membuat kolam retensi (retarding basin) di hulu sungai agar dapat meningkatkan cadangan air tanah serta menahan laju penurunan muka tanah dengan mempertimbangkan sistem hidrologi yang ada khususnya urban watersheed Jabodetabek pada 13 sungai yang melintas di perkotaan.
“Pendekatan studi AMDAL tunggal yang dibuat untuk setiap pulau mengindikasikan adanya upaya pengembang menyederhanakan masalah atau menganggap reklamasi tidak menimbulkan dampak besar bagi lingkungan di sekitarnya,” kata Luqman.
Seharusnya, dengan total luas 5.113 hektar dari 17 pulau reklamasi A sampai Q diperlukan studi AMDAL terpadu sehingga dampak lingkungan yang timbul dapat dilihat secara spasial dan komprehensif.
Dalam Peraturan Menteri Lingkungan Hidup No 16 tahun 2012 tentang Pedoman Penyusunan Dokumen Lingkungan Hidup, beberapa aspek utama kelayakan kata Luqman jadi perhatian serius dalam studi AMDAL.
Seperti, kemampuan pemrakarsa dan/atau pihak terkait yang bertanggung jawab menanggulangi dampak penting negatif yang ditimbulkan perlu pembuktian secara konkrit, yaitu bagaimana penanganan ribuan nelayan teluk Jakarta yang terkena dampak reklamasi.
Kemudian, adanya reklamasi tidak boleh menimbulkan gangguan terhadap operasional pembangkit listrik PLTU/PLTGU di Muara Karang dan Tanjung Priok, jaringan pipa gas, pipa BBM serta kabel bawah laut.
“Presiden berdasarkan kewenangannya perlu mengambil langkah tegas menyelesaikan masalah reklamasi teluk Jakarta ini,” pungkas Luqman.
(Reporter: Nelson Nafis)
Artikel ini ditulis oleh:
Nelson Nafis
Eka