Gubernur DKI Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) akhirnya meminta maaf kepada seluruh umat Islam terkait pernyataannya soal surat Al MAidah Ayat 51 saat bertatap muka dengan warga Pulau Seribu beberapa waktu lalu. (ilustrasi/aktual.com)
Gubernur DKI Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) akhirnya meminta maaf kepada seluruh umat Islam terkait pernyataannya soal surat Al MAidah Ayat 51 saat bertatap muka dengan warga Pulau Seribu beberapa waktu lalu. (ilustrasi/aktual.com)

Jakarta, Aktual.com – Permintaan maaf Gubernur DKI Jakarta, Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok terkait pernyataannya di Kepulauan Seribu akhir September lalu, tetap tidak melunturkan unsur delik penistaan agama.

Ahli hukum pidana dari Universitas Islam Indonesia (UII), Muzakir menegaskan, permintaan maaf Ahok tak bisa dijadikan alasan oleh pihak Kepolisian untuk mengesampingkan laporan terkait penghinaan agama yang diduga dilakukan Ahok.

“Ketika Ahok bilang tentang agama Islam yang dia tidak pahami seenak perutnya sendiri, terlebih dia bukan Islam, gak perlu mengutip Al-Quran. Polisi harus periksa Ahok. Gak benar kalau aparat penegak hukum tidak menerima laporan,” ketus Mudzakir saat dihubungi, Senin (10/10).

Ditegaskan Muzakir, kalau Cagub Incumbent dari PDIP, Golkar, Nasdem, Hanura itu harus diberi peringataan. Laporan yang telah diterima polisi harus ditindaklanjuti. Sebab kalau tidak, citra polisi akan buruk di mata masyarakat.

“Ahok harus mengklarifikasi semua itu maksudnya apa. Kalau tidak ditindaklanjuti polisi bisa dicap pro Ahok. Bisa diselesaikan di luar proses hukum,” jelasnya.

Kata Muzakir, tindak lanjut laporan terkait penistaan agama ini, nantinya tidak hanya berlaku untuk Ahok, tetapi juga pemimpin lainnya di tanah air. Tujuaannya agar para pemimpin bisa menjaga tutur bicaranya di depan publik.

“Yang paling penting siapa pun pejabatnya harus diberi pelajaran bahwa ucapan mereka yang mengandung menghina itu gak boleh,” pungkasnya.

Seperti diketahui, pihak Kepolisian setidaknya menerima delapan laporan yang sama. Kesemua pihak yang melaporkan menuding Ahok telah melakukan penistaan agama melalui media sosial youtube.

Ahok diduga melanggar Pasal 156 a KUHP, juncto Pasal 28 ayat (2) Undang-Undang (UU) Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE).

Dalam Pasal 156 a KUHP disebutkan: “Barang siapa di muka umum menyatakan permusuhan, kebencian atau penghinaan terhadap sesuatu atau beberapa penduduk negara Indonesia dihukum penjara selama-lamanya lima tahun.”

Sedangkan Pasal 28 ayat (2) UU ITE berbunyi: “Setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak menyebarkan informasi yang ditujukan untuk menimbulkan rasa kebencian atau permusuhan individu dan/atau kelompok masyarakat tertentu berdasarkan atas suku, agama, ras, dan antargolongan (SARA).”

Sementara, pernyataan Ahok yang dinilai telah memenuhi unsur delik penistaan agama yakni: “Jadi enggak usah pikiran. ‘Akh! Nanti kalau enggak kepilih, pasti Ahok programnya bubar’. Enggak! Saya masih terpilih (menjabat) sampai Oktober 2017,” kata Ahok. Jadi jangan percaya sama orang, kan bisa aja dalam hati kecil bapak ibu enggak pilih saya. Dibohongin pakai surat Al Maidah ayat 51, macam-macam itu. Itu hak bapak ibu.”

M. Zhacky Kusumo

Artikel ini ditulis oleh:

Arbie Marwan