Jakarta, Aktual.com – Hasil evaluasi UIN Syarif Hidayatullah mengungkapkan manuver politik Jokowi berubah haluan kepada akomodir kartel politik dibandingkan pada tahun pertama lebih bersifat oligarki.
Dosen politik dari UIN Syarif Hidayatullah, Burhanuddin Muhtadi menuturkan perubahan itu terjadi ditandai dengan bergabungnya parta PPP, PAN dan Golkar menjadi pendukung pemerintah yang awalnya diketahui sebagai rival dalam ajang Pemilihan Presiden 2014.
“Di tahun ke dua ada perubahan narasi politik yang semula oligarki namun sekarang mengakomodir kartel politik,” kata Burhanuddin saat diskusi rilis di Kantor SMRC, Jl. Cisadane No. 8 Menteng, Jakarta Pusat. Minggu (24/7).
Namun, katanya, perubahan ini sangat menguntungkan Jokowi dan membuat Jokowi semakin percaya diri sebagai Presiden dalam mendorong berbagai program yang tidak populis.
Dia mengingatkan masa ‘bulan madu’ pemerintahan Jokowi-JK hanya dirasa selama 3 bulan, sejak itu kepercayaan publik menurun drastis hingga ke angka 37 persen.
Kekecewaan publik kian menjadi tersebut melihat struktur Kabinet yang tak sesuai janji kampanye, adanya pencabutan subsidi BBM, hingga blunder pemilihan Budi Gunawan sebagai Kapolri. Akan tetapi, ketika Jokowi mengakomodir kartel politik, dukungan parlemen semakin kuat dan memuluskan berbagai kebijakan yang kontroversial.
“Ditahun ke dua, Jokowi mengakomodir untuk mendapat dukungan di Parlemen dan ini juga menaikkan bargainingnya di partai pengusung terutama PDI-P. Kemudian UU TA tidak mungkin lolos kalau Jokowi tidak mendapat dukungan dari dari PPP, Golkar dan PAN,” ujarnya.
Selain itu, dia menilai yang menjadi benar-benar oposisi hanya Partai Demokrat, sedangkan Gerindra dan PKS telah mampu ‘dijinakkan’. “PKS dan Gerindra oposisi jinak sedangkan Demokrat benar-benar konsisten.
Namun dia mengkhawatirkan dengan adanya dukungan politik yang kuat kepada Jokowi membuat Jokowi lupa dan mengabaikan suara ‘arus bawah’. Dia berharap dengan dukungan yang kuat, Jokowi harus mampu membuktikan janji politiknya karena tidak ada perlawanan politik yang menghalangi. (Dadangsah)
Artikel ini ditulis oleh:
Dadangsah Dapunta
Eka