Shawki Abuzeid, ulama Mesir dan kepala misi Al-Azhar di Afghanistan, dalam wawancara dengan Reuters di Kairo, Mesir, 29 Agustus 2021. (ANTARA/Reuters/as)

Jakarta, Aktual.com – Seorang ulama dari Universitas Al-Azhar yang pernah mengajar bertahun-tahun di Afghanistan berharap pesan toleransi Islam akan bertahan di bawah pemerintahan Taliban.

Lembaga pendidikan berusia 1.000 tahun itu menjalankan misi dengan 23 orang ulama di Kabul pada 2007.

Mereka mempromosikan tradisi damai dalam Islam di Afghanistan, di mana para gerilyawan menggunakan agama sebagai pembenaran untuk berperang selama puluhan tahun.

Mereka juga memberikan ceramah dan khotbah di berbagai media Afghanistan.

Mereka lalu dipulangkan ke Mesir setelah sempat terlantar di Kabul ketika Taliban merebut ibu kota Afghanistan bulan lalu.

“Harus ada kehadiran Al-Azhar di negara Afghanistan agar kami dapat berkomunikasi dengan orang-orang dan pemuda Afghanistan, untuk menyebarkan pesan toleransi Islam,” ujar Shawki Abuzeid, kepala misi berusia 58 tahun, dalam wawancara di Kairo.

Al-Azhar menampung 700 siswa laki-laki Afghanistan di Kabul. Selama bertahun-tahun ribuan siswa melanjutkan studi agama dan bahasa Arab di Universitas Al-Azhar, Kairo.

Sebelum Taliban merebut kekuasaan, Al-Azhar tengah bersiap membuka pusat pendidikan yang baru untuk anak perempuan.

Abuzeid berharap Taliban akan memenuhi janjinya untuk mengizinkan anak perempuan menempuh pendidikan.

“Taliban berasal dari rakyat Afghanistan, dan seperti yang saya dengar dari media dan dari kontak kami dengan para profesor dan kepala universitas serta beberapa tokoh penting, pemikiran Taliban berubah dan mereka menghargai perempuan. Taliban mengatakan akan mendidik perempuan tetapi dengan cara yang sesuai dengan hukum Islam.”

Kembalinya misi ke Afghanistan akan bergantung pada persetujuan dari pemerintah Mesir.

“Warisan Al-Azhar adalah warisan yang diturunkan dari generasi ke generasi, bukan hanya informasi yang bersifat sementara tetapi juga cara berpikir,” katanya.

“Jika Taliban mengubah ideologinya (yang keras) dan negara itu kembali stabil sesuai kehendak rakyat, maka Al-Azhar tidak keberatan melanjutkan misinya kembali,”

Artikel ini ditulis oleh:

Dede Eka Nurdiansyah