Jakarta, Aktual.com — Ustadz dan Ulama dari lulusan Universitas Al Azhar di Kairo, mengatakan banyaknya orang yang mengikuti organisasi Gerakan Fajar Nusantara (Gafatar) yang hilang di beberapa daerah seperti Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) dan Jawa Tengah, karena ‘ke-Islaman’ mereka hanya di KTP.
“Ada tiga alasan kenapa mudahnya orang Islam mau ikut kelompok sesat seperti Gafatar. Pertama karena ‘kebodohan’ terhadap pemahaman Islam, ya hanya Islam KTP, kan sudah jelas Islam wajib salat dan puasa Ramadan,” kata Ustadz Yasir Arrafat, kepada wartawan, di Jakarta, Rabu (13/1).
Ormas Gafatar ini dinilai sesat karena menawarkan keringanan dalam beragama bagi para pengikutnya. Muslim tidak diwajibkan salat, puasa, dan beribadah haji. Mereka hanya menggunakan asas kasih sayang dan antikekerasan.
“Kedua, karena kebodohan mereka, banyak yang ikut-ikutan karena mau enaknya saja, seperti tidak melakukan kewajiban beribadah,” ujar Ustadz Yasir yang saat ini masih aktif berdakwah.
Ustadz Yasir kembali menuturkan, biasanya kelompok-kelompok sesat seperti ini memang memberikan iming-iming yang membuat pengikutnya mendapat keuntungan jika bergabung.
“Ada semacam ‘pencucian’ otak itu seperti menyelewengkan pemahaman kita kemudian menanamkan pemahaman mereka,” jelas Ustadz Yasir.
Banyak orang hilang Belakangan masyarakat juga dihebohkan dengan banyaknya kasus orang hilang yang dikaitkan dengan pengikut Gafatar seperti hilangnya dokter Rica asal Yogyakarta, yang akhirnya ditemukan di Pangkalan Bun, Kalimantan Tengah.
Sementara itu, seorang ibu, Sukimah, di Boyolali, Jawa Tengah juga mengaku kehilangan tiga anaknya, Eko Purnomo, Bentar Setiarto, dan Krisma Fitri Arta.
Seorang mahasiswi Universitas Sebelas Maret, Solo, Jawa Tengah, Silvi Nur Fitria, sempat hilang sejak 6 Desember 2015 dan perlahan mulai berubah. Gadis itu sudah tidak mau salat, puasa, bahkan melepaskan jilbabnya. Dia diduga turut bergabung dengan Gafatar yang ajarannya yang melenceng dari perintah agama.
“Terakhir pas bulan puasa, tidak mau puasa, dan katanya jika keluarga tidak mendukung, maka dirinya pergi,” tutur kakak Silvi, Fikri Hermawan.
Aktivitas kelompok Gafatar memang tidak terlihat menonjol. Seperti di Banyumas, sebuah rumah diduga sebagai markas Gerakan Fajar Nusantara (Gafatar).
“Sebelum Tahun Baru, sudah tidak ada lagi aktivitas di tempat ini. Kegiatan di rumah itu menyerupai “homeschooling” (rumah sekolah) dan aktivitasnya sama halnya dengan jam pelajaran di sekolah formal, yakni mulai pukul 07.00 WIB hingga siang hari,” demikian kata Ketua RT 02 RW 07 Desa Sokaraja Tengah Sumadi.
Artikel ini ditulis oleh:
Antara