Presiden AS Donald Trump dan Presiden Rusia Vladimir Putin dalam sebuah pertemuan di Hamburg, Jerman beberapa tahun lalu - foto X

Edinburgh, Aktual.com – Presiden Amerika Serikat Donald Trump memajukan batas waktu ancamannya terhadap Rusia dari 50 hari menjadi 10 hingga 12 hari untuk berdamai dengan Ukraina. Kalau tidak maka Rusia akan menghadapi sanksi ekonomi yang sangat berat dari AS, begitu ancaman Trump.

Pernyataan terbaru itu disampaikan saat ini mengunjungi Ibu Kota Skotlandia, Edinburgh dua hari lalu. ”Saya akan menetapkan batas waktu baru sekitar 10 atau 12 hari dimulai dari hari ini. Tidak ada alasan untuk menunggu. Saya sebenarnya ingin bermurah hati, tetapi kita tidak melihat kemajuan apa pun,” lontar Trump kepada wartawan, Senin (28/7) waktu setempat.

Sebelumnya pada Senin (14/7), Trump bersama NATO Mark Rutte di Ruang Oval Gedung Putih, Trump memberi ultimatum 50 hari kepada Rusia untuk berdamai dengan Ukraina. Saat itu Trump mengancam akan menaikkan tarif impor hingga 100 persen terhadap Rusia. Selain itu, AS akan mendorong penerapan langkah-langkah ekonomi baru yang bersifat menghukum, termasuk sanksi sekunder terhadap negara-negara yang selama ini berbisnis dengan Moskow.

”Kami sangat, sangat tidak senang dengan mereka,” kata Trump tentang Rusia. ”Dan kami akan menerapkan tarif yang sangat berat jika tidak ada kesepakatan dalam 50 hari,” kata Trump saat di Gedung Putih, Senin (14/7) lalu.

”Tarif sekitar 100 persen. Anda tahu apa artinya. Tapi hari ini kita akan membahas hal lain,” lanjut Trump, lalu membahas persenjataan untuk Ukraina.

Jika dihitung sejak 14 Juli, maka ultimatum 50 hari sebenarnya akan berakhir pada 2 September. Namun jika dihitung sejak pernyataan terbaru Trump di Ediburgh, maka batas waktu yang ditetapkan Trump akan berakhir pada 9 Agustus nanti.

Dilansir dari ABC News, ancaman terbaru Trump itu disampaikan bersama Perdana Menteri Inggris Keir Starmer. ”Saya kecewa dengan Presiden Putin, sangat kecewa dengannya. Jadi kita harus meninjau dan saya akan mengurangi 50 hari yang saya berikan kepadanya menjadi lebih singkat, karena saya rasa saya sudah tahu apa yang akan terjadi,” kata Trump.

Rusia: Kami Bukan Israel atau Iran

Sementara itu, juru bicara Istana Kremlin, Dmitry Peskov mengatakan kepada wartawan pada Selasa (29/7) kalau operasi militer khusus di Ukraina akan terus berlanjut. Operasi militer adalah sebutan Rusia dalam perangnya di Ukraina.

”Kami memperhatikan pernyataan Presiden Trump kemarin. Operasi militer khusus terus berlanjut,” tegas Peskov.

Namun Peskov mengatakan kalau pihaknya tetap berkomitmen untuk proses perdamaian. ”Kami tetap berkomitmen pada proses perdamaian untuk menyelesaikan konflik di sekitar Ukraina dan untuk memastikan kepentingan kami dalam penyelesaian ini,” katanya.

Sedangkan Wakil Ketua Dewan Keamanan Negara Dmitry Medvedev menilai ancaman Trump sebagai eskalasi yang berbahaya. ”Trump sedang memainkan permainan ultimatum dengan Rusia: 50 hari atau 10 hari,” tulis Medvedev di akun X.

Medvedev melanjutkan : ”Dia (Trump) harus ingat, Rusia bukanlah Israel atau bahkan Iran. Setiap ultimatum baru merupakan ancaman dan langkah menuju perang. Bukan antara Rusia dan Ukraina, tetapi dengan negaranya sendiri. Jangan terjebak dalam jalan Sleepy Joe!”

Hal senada disampaikan Wakil Menteri Luar Negeri Rusia Sergey Ryabkov yang mengatakan bahwa sanksi baru sekalipun tidak akan mengubah arah Rusia. Ia juga menegaskan bahwa negaranya akan terus bergerak di jalur independen, berdaulat, dan berkelanjutan.

(Indra Bonaparte)