Ia juga menyoroti istilah pasupati yang dianggap kurang pantas. Pasupati, Ayu melanjutkan, memiliki makna mistisme yang mendalam dan sarat dengan nilai kearifan lokal dan spiritual di Bali.
“Pasupati menekankan proses sakralisasi sebuah benda, sehingga memiliki kekuatan magis atau supranatural. Pasupati indentik dilakukan pada sarana, perangkat spiritual atau tempat yang disucikan oleh umat Hindu di Bali. Apa yang dilakukan oleh Partai Perindo tentu di luar kelaziman,” papar dia.
“Kami nilai ini sebagai sebuah pelecehan spiritual atas simbol agama Hindu karena memanfaatkan ruang tempat suci untuk tujuan politis,” tambah Ayu. Untuk itu, Ayu menyebut Peradah mengajukan protes keras atas tindakan itu. Ia meminta kepada DPW Parindo Bali meminta maaf kepada umat Hindu Bali, khususnya Gianyar karena telah menggunakan Pura Gunung Kawi sebagai ‘aktivitas’ politik yang tak lain melecehkan simbol dan tempat ibadah agama Hindu.
Kedua, mendesak Parisada Hindu Dharma Indonesia (PHDI) Provinsi Bali memberikan peringatan keras dan tegas kepada DPW Perindo Bali atas aktivitas yang tak seharusnya dilakukan di tempat ibadah. Ketiga, meminta kepada PHDI Provinsi Bali untuk mengimbau kepada seluruh partai politik, ormas maupun kelompok masyarakat agar tak memanfaatkan tempat suci untuk kepentingan politik praktis dalam kemasalan apapun.
Keempat, meminta kepada PHDI Provinsi Bali untuk mengimbau kepada para bendesa adat, prajuru adat, para rohaniawan Hindu dan tokoh masyarakat untuk berhati-hati dan selektif kepada siapapun yang memanfaatkan pura untuk tujuan politis. “Terakhir, mendesak aparat untuk menindak tegas jajaran pengurus DPW Partai Perindo Bali sesuai undang-undang yang berlaku,” demikian Ayu.
Kemarin, Selasa (25/4) Partai Perindo menggelar kegiatan di Pura Gunung Kawi Gianyar. Selain sosialisasi dan konsolidasi, salah satu kegiatan yang dihadiri langsung oleh Hary Tanoeseodibyo itu adalah melakukan proses sakralisasi (pasupati) bendera Partai Perindo.
Laporan Bobby Andalan, Bali
Artikel ini ditulis oleh: