Ilustrasi UMKM memanfaatkan platform digital
Ilustrasi UMKM memanfaatkan platform digital

Jakarta, Aktual.com – Pemerintah berupaya mendorong peningkatan taraf Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) dalam menghadapi tantangan yang muncul seiring dengan perkembangan teknologi informasi yang pesat. Para pelaku usaha, terutama yang mayoritas berasal dari kalangan usaha mikro, dihadapkan pada persaingan harga yang sengit di dalam platform digital.

Isu lainnya adalah prevalensi reseller yang mendominasi pelaku Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) dibandingkan dengan produsen. Hal ini menyebabkan dampak multiplier dari UMKM menjadi terbatas. Bahkan, lebih parahnya lagi, sebagian besar UMKM, terutama yang berukuran mikro, merupakan pelaku usaha subsisten.

“Ekonomi digital isinya 90 persen dari pelaku usaha kita adalah reseller bukan produsen. Nah ini jadi tugas berat bagi kami dan Kementerian Lembaga terkait yang membina UKM, KemenKopUKM hanya sebagai koordinator,” ungkap Asisten Deputi Pembiayaan dan Investasi UKM, Deputi Bidang UKM, KemenKopUKM, Temmy Satya Permana.

Hambatan lain bagi Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) dalam mencapai visi Indonesia emas pada tahun 2045 adalah banjirnya produk impor. Hal ini membuat beban tantangan semakin berat, terutama bagi para produsen UMKM.

Untuk melindungi pasar domestik, pemerintah melalui Kementerian Perdagangan (Kemendag) mengeluarkan Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) Nomor 31 tahun 2023 yang berkaitan dengan izin usaha, periklanan, pembinaan, dan pengawasan pelaku usaha dalam perdagangan melalui sistem elektronik.

“Salah satu cara kita adalah membatasi arus barang masuk ke negara kita adalah melalui aturan yang bijak dan tegas. Selain itu kita perlu mengedukasi masyarakat untuk mencintai produk dalam negeri,” kata Temmy.

Direktur Lembaga Layanan Pemasaran (LLP) KUKM (Smesco Indonesia), Leonard Theosabrata menekankan bahwa untuk mencapai tujuan UMKM di masa mendatang, fokus seharusnya bukan lagi pada pertumbuhan ekonomi mikro. Sebaliknya, perlu memperluas struktur ekonomi yang terkonsentrasi pada 1 persen besarannya.

“Namun hal ini (peluas ekonomi besar) dianggap tidak common. Kalau ekonomi mikronya makin besar malah menciptakan ekonomi yang hanya subsisten (hanya mencukupi kebutuhan sehari-hari),” ujar dia.

Leo juga menyatakan bahwa pada tahun 2045, UMKM perlu menghasilkan trend setter yang dapat mengembangkan industri turunan dari kreativitas hasil kreasi. Selain itu, sektor industri yang berfokus pada Sustainable Development Goals (SDGs), seperti sektor agro basis, juga diharapkan menjadi industri yang terus berkembang di masa depan.

Kenyataannya, investasi di segmen industri tersebut masih dihadapkan pada kesulitan.

“Saat ini, tidak tidak perlu lagi bicara bagaimana UMKM di masa depan, tetapi action yang lebih penting. Jujur saya masih cemas bagaimana bonus demografi nanti jumlahnya tak main-main, namun hanya menyediakan lapangan kerja yang subsisten.” terang Leo.

Artikel ini ditulis oleh:

Yunita Wisikaningsih