‘UMP 3.9 Juta Terbilang Kecil Jika Dibandingkan Dengan Upah Buruh Di Negara Lain’
Jakarta, Aktual.com – Deputi Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) Muhammad Rusdi mengatakan, aksi unjuk rasa yang diikuti oleh ribuan buruh untuk menuntut Pemprov DKI Jakarta merevisi Upah Minimum Provinsi (UMP) DKI Jakarta yang sebelumnya sudah diputuskan sebesar 3,6 juta.
“Aksi di Balai Kota ini kami ingin menyampaikan menuntut kepada Gubernur Anis-Sandi untuk segera merevisi UMP DKI Jakarta yang telah diumumkan pada minggu lalu,” kata Rusdi dilokasi aksi unjuk rasa di depan Balai Kota, Jalan Medan Merdeka Selatan, Jakarta Pusat Jum’at, (10/11).
“Kami meminta agar janji-janji politik mereka untuk mensejahterakan kaum buruh Jakarta harus ditepati, harus dilaksanankan. Kalau tidak mereka adalah Gubernur yang ingkar janji dan pengkhianat bagi kaum buruh Jakarta,” sambungnya.
Ia mengatakan, berdasar hasil survey Kebutuhan Hidup Layak (KHL) di Jakarta pada bulan Oktober 2017 lalu, ideal UMP DKI seharusnya 3,9 juta.
“Jadi sekali lagi, yang diminta (UMP) DKI adalah minimal 3.917 (Rp.3.917.000) sesuai dengan mekanisme undang-undang 13 dan sesuai dengan mekanisme rapat dewan pengupahan, bahwasannya UMP itu adalah KHL plus inflasi dan pertumbuhan ekonomi,” ujarnya.
Dikatakannya, bahwa tuntutan UMP sebesar 3.9 juta masih tergolong rendah jika dibandingkan dengan upah buruh diberbagai negara lainya.
“Dibandingkan dengan Philipina, Manila, di Cina, dan juga di Thailand masih kecil, mereka sudah diatas 4 juta,” ungkapnya.
Selain itu, Rusdi juga menegaskan akan menyambangi Istana Negara, Jakarta untuk menuntut Presiden Joko Widodo menghapus PP No 78.
“Kami akan ke Istana Negara, karena biang kerok dari upah murah Indonesia hari ini adalah PP No 78 yang diputuskan oleh Pak Jokowi pada akhir 2015,” kata Rusdi.
Menurutnya, PP No 78 dinilai telah melanggar ketentuan undang-undang ketenagakerjaan nomor 13 tahun 2013.
“Karena perintah dari undang-undang nomor 13 seharusnya upah minimum diputuskan melalui mekanisme dewan pengupahan berdasarkan survey KHL, karena itu adalah kebutuhan hidup layak berjumlah 60 item. Tapi dengan PP 78 survey KHL ditiadakan, ini adalah pelanggaran undang-undang,” terang Rusdi.
Pelanggaran lainnya, Rusdi menerangkan, PP No 78 juga telah menghapus hak peduli buruh yang diwakili oleh dewan pengupahan.
“Karena melalui mekanisme PP 78 kenaikan upah hanya dihitung berdasarkan angka inflasi dan pertumbuhan ekonomi,” pungkasnya.
Berikut cuplikannya:
Reporter: Warnoto