Jakarta, Aktual.co — Koordinator Kontras Haris Azhar mengatakan bahwa pemerintah Indonesia telah mengkhianati semangat Konferensi Asia-Afrika, yang menjunjung nilai hak asasi, perlawanan atas kolonialisme dan segala bentuk diskriminasi, dengan mengundang Presiden Sudan Omar Al-Bashir.
“Omar Al-Bashir, sebagai peserta KAA telah melakukan segala bentuk pengkhianatan tersebut, termasuk kolonialisme gaya baru yang bertentangan dengan jiwadari konferensi,” katanya, di Jakarta, Selasa (21/4).
Kontras menilai Omar Al-Bashir bukan satu-satunya diktator yang diundang dalam Konferensi Asia Afrika. Pemerintah Indonesia mengundang pimpinan dari Korea Utara, dan Perdana Menteri India Narendra Modi, yang diduga keras memiliki peran penting dalam memfasilitasi kerusuhan di tahun 2002 yang menyebabkan 2000 orang meninggal dunia dimana mayoritas muslim.
“Modi juga bertanggung jawab atas tingginya angka perkosaan pada perempuan di bagian barat Gujarat. Negara-negara tersebut telah gagal berkomitmen dalam menegakkan hukum pada ranah domestik mereka sendiri,” kata Haris.
Haris mengatakan kedatangan Presiden Omar Al-Bashir ke Indonesia pada Konferensi Asia Afrika harusnya dapat digunakan oleh Presiden Jokowi sebagai momen untuk memperlihatkan komitmen Indonesia atas hukum internasional dan pengarusutamaan hak asasi manusia dalam ranah diplomasi.
“Indonesia yang juga sebagai anggota Dewan HAM PBB harusnya dapat bekerja sama dengan ICC dan menghormati hukum internasional yang ada,” katanya.
Mahkamah Pidana Internasional (ICC) adalah upaya terakhir yang dapat diakses oleh mereka yang mengalami pelanggaran ham berat jika negara tidak mampu menangani kasus tersebut.
“Oleh karena itu, kami juga mendesak African Commission on Human and People’s Right (ACHPR) sebagai organisasi hak asasi manusia di kawasan Afrika untuk memperlihatkan komitmen pada penegakan dan perlindungan hak asasi manusia atas kasus Omar Al-Bashir dan juga meningkatkan kualitas hukum serta hak asasi manusia di Republik Sudan,”
“Kami menuntut Pemerintah Indonesia untuk meratifikasi Statuta Roma dari Mahkamah Pidana Internasional secepatnya sebagai komitmen untuk menghapus impunitas bagi mereka pelaku kejahatan genosida, kejahatan atas kemanusiaan, dan kejahatan perang pada ranah internasional,” tandasnya.

Artikel ini ditulis oleh: