Jakarta, Aktual.com — Keinginan pemerintah untuk memberikan tax amnesty (pengampunan pajak) kepada para pengemplang pajak mendapat evaluasi dari Dekan yang juga seorang Guru Besar Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Brawijaya, Chandra Fajri Ananda.

Menurut pandangannya, secara etis tax amnesty akan menciderai rasa keadilan bagi para pembayar pajak yang selama ini jujur dan patuh membayar pajak. Terlebih, kebijakan ini belum punya grand design (rancangan) yang jelas dalam tata kelola dunia perpajakan.

“Terkait dengan tax amnesty, ada ketidakadilan bagi para pembayar pajak yang selama ini jujur dan patuh membayar pajak,” katanya kepada Aktual.com, Jumat (20/5).

Lebih lanjut, pria peraih gelar Master dan Doctor dari Institute of Rural Development University of Göttingen, German itu mengakui bahwa di sisi lain kondisi negara memang sedang membutuhkan penerimaan yang lebih besar untuk menghindari defisit anggaran yang lebih dalam.

“Kalaupun kebijakan ini terpaksa diberlakukan, maka perlu ada desain yang jelas, terkait dengan masa berlakunya (misalnya 1 tahun saja), Setelah itu, perlu ada aturan kelanjutan atas pajak-pajak yang harus dibayarkan. Perlu ada reformasi perpajakan, kesiapan pasar uang Indonesia untuk menangkap melubernya dana termasuk investasi di daerah,” paparnya.

Kemudian akademisi yang mempunyai keahlian dalam keuangan publik ini mengingatkan pemerintah agar berhati-hati dan teliti dalam memutuskan kebijakan tax amnesty.

Terbukti banyak negara mengalami kegagalan dan kerugian menerapkan tax amnesty, karena inkonsistensi dan ketidaksiapan regulasi hukum.

“Tidak banyak negara yang sukses menjalankan tax amnesty ini, mungkin negara Afrika Selatan, Philipina termasuk yang berhasil. Sebagian besar negara-negara yang menerapkan gagal,” pungkasnya.

Artikel ini ditulis oleh:

Dadangsah Dapunta