Padang, Aktual.com — Pengamat Ekonomi Universitas Negeri Padang (UNP) Syamsul Amar mengatakan, paket kebijakan ekonomi (PKE) jilid V merupakan langkah yang sangat strategis di tengah kelesuan ekonomi dan rendahnya penerimaan pajak negara.
“Itu bagus. Saya sangat apresiasi dengan langkah konkrit pemerintah dan tim ekonominya dalam mengeluarkan kebijakan ekonomi yang strategis, mulai paket kebijakan ekonomi jilid I hingga jilid V ini,” kata dia di Padang, Jumat (23/10).
Pada Kamis (22/10), pemerintahan Joko Widodo-Jusuf Kalla kembali mengeluarkan paket kebijakan ekonomi jilid V, sejak keluarnya paket jilid I pada September.
Selain insentif pajak dalam revaluasi aset perusahaan, kali ini pemerintah juga menghapus pajak berganda untuk kontrak investasi kolektif dari dana investasi real estate (real estate investment trust).
Ia menjelaskan, insentif keringanan pajak dalam revaluasi aset Badan Usaha Milik Negara (BUMN) dan swasta merupakan salah satu kebijakan strategis, di tengah kelesuan ekonomi dan investasi saat ini.
Insentif keringanan pajak secara otomatis meminimalisasi pengeluaran perusahaan, sehingga harga produk yang dikeluarkan menjadi lebih murah dan berdaya saing tinggi di pasaran.
Sebab, hingga kini tarif pajak di Indonesia masih tercatat paling tinggi jika dibandingkan dengan negara-negara lain di kawasan Asia Tenggara (Asean) ini, katanya.
“Keringanan pajak tentunya berpengaruh positif pada pertumbuhan ekonomi. Jika pajak tinggi, dampak makronya adalah menurunkan multy plier effect dan mengganggu pendapatan nasional,” jelasnya.
Ia mengatakan, kebijakan keringanan insentif pajak dan revaluasi aset BUMN dan swasta tentunya akan meningkatkan kapasitas dan nilai aset yang dimiliki perseroan.
Lebih dari itu, katanya menambahkan, dapat mendorong percepatan realisasi investasi yang selama ini telah direncanakan perusahaan-perusahaan BUMN, maupun swasta.
Sementara untuk peningkatan penerimaan negara dari sektor pajak, langkah strategis adalah meningkatkan pendidikan tentang pentingnya pajak dalam pembangunan pada masyarakat, ujarnya.
Selama ini, katanya, anggapan tentang pajak di mata masyarakat sama dengan pembayaran upeti di zaman kolonial. Pungutan pajak yang diterapkan dianggap sebagai perampasan yang dilakukan pemerintah.
“Kemudian yang tak kalah pentingnya adalah pengawasan terhadap penerimaan dan penggunaan pajak itu sendiri. Jangan sampai mengecewakan para wajib pajak,” katanya.
Artikel ini ditulis oleh:
Arbie Marwan