Yogyakarta, aktual.com – Dinas Kesehatan (Dinkes) Daerah Istimewa Yogyakarta menyebutkan faktor kesibukan dan perilaku para orang tua memiliki pengaruh dominan terhadap tingkat gizi anak.
“Kami tidak menyalahkan ibu-ibu yang berkarier, tetapi memang sedikitnya waktu yang dimiliki untuk memasak makanan sendiri dan memilih mengonsumsi makanan instan membuat ibu rumah tangga tidak terlalu memperhatikan gizi anak,” kata Kepala Seksi Gizi Dinas Kesehatan (Dinkes) DIY Endang Pamungkasiwi di Yogyakarta, Sabtu (8/9).
Menurut Endang, munculnya kasus gizi buruk, tidak selalu berkorelasi dengan kondisi perekonomian suatu daerah.
Ketidakmampuan mengasuh secara tepat biasanya terjadi pada wanita karier atau yang bekerja di luar rumah. Selain tidak mampu dan tidak memiliki banyak waktu, mereka justru menitipkan anaknya kepada pembantu yang juga tidak dibekali dengan pengetahuan cara mengasuh bayi yang benar.
“Kenyataannya gizi buruk juga dialami anak pada keluarga berpenghasilan tinggi, tidak selalu pada keluarga miskin,” kata dia.
Bedasarkan data Dinkes DIY pada 2017, kasus gizi buruk dan stunting mencapai 0,46 persen dari seluruh anak atau balita di DIY. Persentase itu mengalami penurunan kendati tidak signifikan jika dibandingkan tahun-tahun sebelumnya.
“Angkanya mengalami penurunan meski tidak signifikan. Yang jelas masih di bawah angka nasional,” jelasnya.
Untuk menanggulangi kasus gizi buruk dan stunting, kata Endang, Dinkes DIY juga telah membuat program pemberian nutrisi tambahan bagi ibu hamil dan anak dalam bentuk biskuit, khususnya untuk wilayah yang ditemukan kasus gizi buruk tinggi.
Selain itu, menurut dia, Pemda DIY telah membentuk 11 desa model perbaikan gizi dan kesehatan untuk anak. Melalui desa gizi tersebut masyarakat akan dibimbing untuk mengenali gizi buruk dan stunting.
Masyarakat desa akan mengetahui ciri-ciri gizi buruk dan stunting serta bagaimana cara menanggulangi atau memulihkannya.
Antara
Artikel ini ditulis oleh:
Novrizal Sikumbang