Jakarta, Aktual.com – Presiden Joko Widodo telah melantik Djoko Setiadi sebagai Kepala Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN). Pelantikan digelar di Istana Negara, Jakarta, pada Rabu, 3 Januari 2018.
Pelantikan Djoko Setiadi ini tertuang dalam Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 130P Tahun 2017 tentang Pemberhentian denga Hormat Kepala Lembaga Sandi Negara dan Pengangkatan Kepala Badan Siber dan Sandi Negara.
Pria yang lulus dari Akademi Sandi Negara (AKSARA) pada tahun 1980 tersebut, sebelum diangkat menjadi Kepala BSSN, menjabat sebagai Kepala Lembaga Sandi Negara (Lemsaneg) sejak Januari 2016.
Adapun Lemsaneg dilebur bersama dengan Direktorat Jenderal Aplikasi Informatika (Aptika) di Kementerian Komunikasi dan Informatika hingga menjadi BSSN sekarang ini. Hal tersebut diatur dalam Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 53 Tahun 2017 yang ditandatangani pada 19 Mei 2017.
Berdasarkan Perpres tersebut, BSSN mulanya berada di bawah dan bertanggung jawab kepada Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan. Namun dengan alasan krusialnya aspek keamanan terhadap kejahatan siber dan implikasinya terhadap ketahanan nasional di tengah upaya pemerintah untuk meningkatkan perekonomian digital di Tanah Air, BSSN kemudian ditempatkan di bawah dan bertanggung jawab kepada presiden.
Optimalisasi pelaksanaan tugas dan fungsi BSSN itu diatur lewat Perpres Nomor 133 Tahun 2017 yang mengubah Perpres sebelumnya. Presiden menandatangani Perpres tersebut pada 16 Desember 2017.
Menanggapi hal ini, Anggota Komisi 1 DPR RI, Sukamta mengharapkan Kepala BSSN segera bekerja secara cepat dan sistematis menata sistem keamanan siber di Indonesia.
“Dengan posisi langsung dibawah Presiden, BSSN mestinya powerfull dan harus bisa bekerja cepat mengingat perkembangan teknologi amat pesat, sementara ancaman siber semakin luas dan berbahaya”, jelas Sukamta.
Menurut Sekretaris Fraksi PKS ini, ancaman siber semakin nyata dan berbahaya karena bisa berwujud serangan fisik, serangan logic, serangan informasi, dan serangan budaya. Maka diharapkan BSSN mampu mengantisipasi berbagai jenis serangan tersebut dengan mengkoordinasikan berbagai sektor terkait.
Lebih lanjut menurut Sukamta, yang perlu segera dilakukan adalah menata regulasi, standarisasi, strategi dan juga manajemen keamanan siber. Hal ini agar menjamin perkembangan Internet of Things (IoT) di Indonesia bisa berjalan secara aman.
“Mengutip laporan Global Cybersecurity Index (GCI) tahun 2017 disebut Indonesia ada di posisi 69 dunia dengan nilai 0.424 turun dibandingkan penilaian tahun 2015 (nilai 0.471). Ini harus menjadi perhatian BSSN untuk segera dibenahi,” jelas Sukamta.
Secara khusus Sukamta memberikan catatan masih adanya carut marut soal NIK sebagai single identity number yang merupakan basis data kependudukan yang sangat sentral. Problem implementasi sistem ini hadirkan serangan siber secara fisik yang terus berkembang.
“Soal NIK sangat terkait dengan perlindungan data secara siber, ini termasuk hal yang harus segera dibenahi. Maka kami berharap RUU perlindungan data pribadi untuk segera dibahas,” pungkas Sukamta.
Dadangsah Dapunta
Artikel ini ditulis oleh:
Dadangsah Dapunta